BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum merupakan
salah satu bagian penting terjadinya suatu proses pendidikan. Karena suatu
pendidikan tanpa adanya kurikulum akan kelihatan amburadul dan tidak teratur.
Hal ini akan menimbulkan perubahan dalam perkembangan kurikulum, khususnya di
Indonesia.
Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai
tujuan pendidikan, dan sekaligus digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan
proses belajar mengajar pada berbagai jenis dan tingkat sekolah seperti SD,
SMP, dan SMA atau sederajat. Kurikulum menjadi dasar dan cermin falsafah
pandangan hidup suatu bangsa, akan diarahkan kemana dan bagaimana bentuk
kehidupan bangsa ini di masa depan, semua itu ditentukan dan digambarkan dalam
suatu kurikulum pendidikan. Kurikulum haruslah dinamis dan terus berkembang
untuk menyesuaikan berbagai perkembangan yang terjadi pada masyarakat dunia dan
haruslah menetapkan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
Sejak isu reformasi pendidikan digulirkan, maka
banyak bermunculan gagasan-gagasan pembaharuan pendidikan. Reformasi sebagai
sebuah gerakan yang memiliki perspektif sejarah politik monumental, karena era
reformasi menjadi era pemerintahan substitusi pemerintahan orde baru. Tentunya
gagasan reformasi pendidikan ini memiliki momentum yang amat mendasar dan
berbeda dengan gagasan yang sama pada era sebelumnya. Arah reformasi dalam
mewujudkan pengembangan pendidikan terkait dengan kebijakan kurikulum adalah
ikut diperbaharuinya kurikulum yang ada sebelumnya dari kurikulum 1994 diperbaharui
menjadi kurikulum 2004 atau KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Selang dua
tahun kemudian KBK pun telah mengalami pembaharuan kembali menjadi KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) atau kurikulum 2006.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian kurikulum di SD dan
SMP ?
2.
Sebutkan prinsip-prinsip kurikulum di SD
dan SMP ?
3.
Apa fungsi kurikulum di SD dan SMP?
4.
Sebutkan komponen-komponen dalam
kurikulum di SD dan SMP?
5.
Sebutkan macam-macam kurikulum di SD dan
SMP?
1.3 Tujuan
1.
Untuk Mengetahui pengertian kurikulum di
SD dan SMP.
2.
Untuk Mengetahui prinsip-prinsip
kurikulum di SD dan SMP.
3.
Untuk Mengetahui fungsi kurikulum di SD
dan SMP.
4.
Untuk Mengetahui komponen-komponen dalam
kurikulum di SD dan SMP.
5.
Untuk Mengetahui macam-macam kurikulum
di SD dan SMP.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kurikulum di SD dan SMP
Secara etimologi,
kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya
“pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Itu berarti istilah
kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Yunani Kuno di Yunani, yang
mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis
start sampai finish, kemudian di gunakan oleh dunia pendidikan.
Secara terminologi,
istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu sejumlah pengetahuan
atau kemampuan yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai
tingkatan tertentu secara formal dan dapat dipertanggung jawabkan. Para ahli
mengartikan kurikulum itu yaitu:
v Menurut Nasution,
Kurikulum adalah suatu rencana yang
disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan
tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.”
v Menurut Grayson (1978)
kurikulum adalah suatu perencanaan untuk
mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.
v Menurut Harsono (2005),
kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang
diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau
jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang
dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh
program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
v John Dewey 1902;5
kurikulum dapat diartikan sebagai
pengajian di sekolah dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga
masa kini. Pembentukan kurikulum menekankan kepetingn dan keperluan masyarakat.
v Frank Bobbit 1918,
Kurikulum dapat diartikan
keseluruhan pengalaman, yang tak terarah dan terarah, terumpu kepada
perkembangan kebolehan individu atau satu siri latihan pengalaman langsung
secara sedar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan menyempurnakan
pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan perkembangan individu
melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah.
v Menurut Hasan
Kurikulum bersifat fleksibilitas
mengandung dua posisi. Pada posisi pertama berhubungan dengan fleksibilitas
sebagai suatu pemikiran kependidikan bagi diklat. Dengan demikian, pada posisi
teoritik yang harus dikembangkan dalam kurikulum sebagai rencana. Pengertian
kedua yaitu sebagai kaidah pengembang kurikulum. Terdapatnya posisi pengembang
ini karena adanya perubahan pada pemikiran kependidikan atau pelatihan.
v Hilda Taba ;1962
Kurikulum sebagai a plan for
learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh siswa.
Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa kurikulum sebagai dokumen
tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di sekolah
v Menurut Saylor J. Gallen &
William N. Alexander dalam bukunya
“Curriculum Planning” menyatakan
Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar baik
berlangsung dikelas, dihalaman maupun diluar sekolah”.
v Menurut B. Ragan, beliau
mengemukakan bahwa
“Kurikulum adalah semua pengalaman anak
dibawah tanggung jawab sekolah”.
v Menurut Soedijarto,
“Kurikulum adalah segala pengalaman
dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa
atau mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi
suatu lembaga pendidikan”.
Jadi, kurikulum itu
merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu
pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga
pendidikan untuk mencapai suatu tujuan. Pengertian kurikulum secara luas tidak
hanya berupa mata pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar siswa saja tetapi
segala hal yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi anak sesuai dengan
tujuan pendidikan yang diharapkan.
2.2 Prinsip-prinsip Kurikulum SD dan SMP
Oemar Hamalik (2001)
membagi prinsip pengembangan kurikulum menjadi delapan macam, antara lain:
Ø Prinsip
Berorientasi Pada Tujuan
Pengembngan
kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, yang bertitik tolak dari
tujuan pendidikan Nasional. Tujuan kurikulum merupakan penjabaran dan upaya
untuk mencapai tujuan satuan dan jenjang pendidikan tertentu. Tujuan kurikulum
mengadung aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai. Yang
selanjutnya menumbuhkan perubahan tingkah laku peserta didik yang mencakup tiga
aspek tersebut dan bertalian dengan aspek-aspek yang terkandung dalam tujuan
pendidikan nasional.
Ø Prinsip
Relevansi (Kesesuaian)
Pengembangan
kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan system penyampaian harus relevan
(sesuai) dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan
kebutuhan siswa, serta serasi dengan perkembnagan ilmu pengetahuan dan
tegnologi.
Ø Prinsip
Efisiensi dan Efektifitas.
Pengembangan
kurikulum harus mempertimbangkan segi efisien dan pendayagunaan dana, waktu,
tenaga, dan sumber-sumber yang tersedia agar dapat mencapai hasil yang optimal.
Dana yang terbat harus digunakan sedemikina rupa dalam rangka mendukung
pelaksanaan pembelajaran. Waktu yang tersedia bagi siswa belajar disekolah juga
terbatas sehingga harus dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan tata ajaran dan
bahan pembelajaran yang diperlukan. Tenaga disekolah juga sangat terbatas, baik
dalam jumlah maupun dalam mutunya, hendaknya didaya gunakan secara efisien
untuk melaksanakan proses pembelajaran. Demikian juga keterbatasan fasilitas
ruangan, peralatan, dan sumber kerterbacaan, harus digunakan secara tepat oleh
sswa dalam rangka pembelajaran, yang semuanya demi meningkatkan efektifitas
atau keberhasilan siswa.
Ø Prinsip
Fleksibilitas
Kurikulum
yang luwes mudah disesuaikan, diubah, dilengkapi atau dikurangi berdasarkan
tuntutan dan keadaan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau
kaku. Misalnya dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan ketrampilan
industri dan pertanian. Pelaksanaaan di kota, karena tidak tersedianya lahan
pertanian., maka yang dialaksanakan program ketrampilan pendidikn industri.
Sebaliknya, pelaksanaan di desa ditekankan pada program ketrampilan pertanian.
Dalam hal ini lingkungan sekitar, keadaaan masyarakat, dan ketersediaan tenaga
dan peralatan menjadi faktor pertimbangan dalam rangka pelaksanaan kurikulum.
Ø Prinsip
Kontiunitas
Kurikulum
disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-spek, materi, dan
bahan kajian disusun secara berurutan, tidak terlepas-lepas, melainkan satu
sama lain memilik hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang
pendidikan, struktur dalam satuan pendidikn, tingkat perkembangan siswa. Dengan
prinsip ini, tampak jelas alur dan keterkaitan didalam kurikulum tersebut sehingga
mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Ø Prinsip
Keseimbangan
Penyusunan
kurikulum memerhatikan keseimbangan secara proposional dan fungsional antara
berbagai program dan sub-program, antara semau mata ajaran, dan antara aspek-aspek
perilaku yang ingin dikembangkan. Keseimbangan juga perlu diadakan antara teori
dan praktik, antara unsur-unsur keilmuan sains, sosial, humaniora, dan keilmuan
perilaku. Dengan keseimbangan tersebut diaharapkan terjalin perpaduan yang
lengkap dan menyeluruh, yang satu sama lainnya saling memberikan sumbangan
terhadap pengembangan pribadi.
Ø Prinsip
Keterpaduan
Kurikulum
dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prinsip keterpaduan, perencanaan terpadu
bertitik tolak dari masalah atau topik dan konsistensi antara unsur-unsusrnya.
Pelaksanaan terpadu dengan melibatkan semua pihak, baik di lingkungan sekolah
maupun pada tingkat inter sektoral. Dengan keterpaduan ini diharapkan terbentuk
pribadi yang bulat dan utuh. Diamping itu juga dilaksanakan keterpaduan dalam
proses pembalajaran, baik dalam interaksi antar siswa dan guru maupun antara
teori dan praktek.
Ø Prinsip
Mutu
Pengembangan
kurikulum berorientasi pada pendidikan mutu, yang berarti bahwa pelaksanaan
pembelajaran yang bermutu ditentukan oleh derajat mutu guru, kegiatan belajar
mengajar, peralatan,/media yang bermutu. Hasil pendidikan yang bermutu diukur
berdasarkan kriteria tujuan pendidikan nasional yang diaharapkan.
2.3 Fungsi
Kurikulum SD dan SMP
Fungsi kurikulum
menurut Hendyat Soetopo Wasty Soemanto :
·
kurikulum berfungsi sebagai media untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
·
kurikulum juga berpungsi bagi
perkembangan siswa karena kurikulum berperan organisasi belajar ( learning
oprganisatior) yang tersusun dengan cermat.
·
sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan
mengorganisir pengalaman belajar siswa.
·
sebagai pedoman untuk mengadakan
evaluasi terhadap tingkat perkembangan siswa dalam rangka menyerap sejumlah
ilmu pengetahuan sebagai pengalaman bagi
mereka.
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai
subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu :
1) Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian
mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yang mampu menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan social.
Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis.
Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi di lingkungannya.
2) Fungsi Integrasi
Fungsi integrasi
mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota
dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki
kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan
masyarakatnya.
3) Fungsi Diferensiasi
Fungsi diferensiasi
mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan
pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan,
baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan
baik.
4) Fungsi Persiapan
Fungsi persiapan
mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat
hidup dalam masyarakat seandainya sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
5) Fungsi Pemilihan
Fungsi pemilihan
mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membarikan
kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai
dengan kemapuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya
dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual
siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa
yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi
tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
6) Fungsi Diagnostik
Fungsi diagnostic
mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu
dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan
kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami
kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka
diharapkan siswa dapat mengambangkan sendiri kekuatan yang dimilikinya aau
memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
2.4 Komponen-komponen Dalam Kurikulum SD dan SMP
Nana Syaodih.
Sukmadinata mengemukakan empat komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang
utama adalah tujuan, isi atau materi,
proses atau sistem penyampaian serta evaluasi.
1. Tujuan
Tujuan sebagai sebuah
komponen kurikulum adalah kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali,
karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya mempengaruhi bentuk
kurikulum, tetapi memberi arahan dan fokus untuk seluruh program pendidikan.
2. Materi atau Pengalaman Belajar
Fungsi khusus dari
kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun isi (materi/pengalaman
belajar) agar keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara paling
efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya
dapat disajikan secara efektif
3. Organisasi
Menurut (Taba, 1962 :
290), jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan
pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga
berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan. Menurut pendapar Taba ini, materi dan
pengalaman belajar dalam kurkulum diorganisasikan untuk mengefektifkan
pencapaian tujuan.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah
komponen keempat dari kurikulum. Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi
terhadap belajar siswa (hasil dan proses) maupun keefektifan kurikulum dan
pembelajaran. Menurut (Zais, 1976 : 378) mengemukakan evaluasi secara luas
merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mecoba menantang
mengkodifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen.
Kegiatan evaluasi akan memberikan informasi dan data tentang perkembangan
belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, sehingga dapat
dibuat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.
2.5 Macam-macam Kurikulum di SD dan SMP
a.
Rencana
Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada
masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih
populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum
dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau
lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang
orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis
Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan
gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada
tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut
kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat
dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta
garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan
pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan
pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian
terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah
Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah.
Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu
Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara,
Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan,
Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama
diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1.
Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar
dan cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana
cara bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana
proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas
sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki berbagai
peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa
nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik. Pada
perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang
dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata
pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada
masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6
tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan,
seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu
sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
b.
Rencana
Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih
merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952.
“Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata
pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode
1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan
Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana
Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan
dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan
pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
c.
Kurikulum
1968
Kelahiran Kurikulum
1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan
sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati.
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok
pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah
pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya
memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran
bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap
jenjang pendidikan.
d.
Kurikulum
1975
Kurikulum 1975
menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi,
Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci
dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal
istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional
khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan
evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian
apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
e.
Kurikulum
1984
Kurikulum 1984
mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi
faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975
yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini
disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R.
Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor
IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok
secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan,
mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.
Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah
suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada
tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah.
Penolakan CBSA bermunculan.
f.
Kurikulum
1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir
lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin
mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan
proses,” kata Mudjito menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum
berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu
berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian,
keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum.
Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan
rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi
perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
g.
Kurikulum
2004
Bahasa kerennya
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila
dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah
maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang
ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian
yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru
diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar
di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun
tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
h.
KTSP
2006
Awal 2006 ujicoba KBK
dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih
tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan
Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan
kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi
siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar
kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap
mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kurikulum adalah
sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang di desain
untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang berupa proses yang statis
ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Kurikulum adalah seluruh
pengalaman di bawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa
ke dalam kondisi belajar.
Kurikulum mempunyai komponen-komponen yang mempunyai
tujuan utama atau tujuan dari kurikulum tersebut. Karena komponen-komponen
tersebut saling berkaitan dan menunjang untuk mencapai tujuan dari kurikulum
maka di sebutlah kurikulum sebagai suatu sistem.
Pengembangan kurikulum haruslah memperhatikan
prinsip-prinsip kurikulumnya yang terdiri dari tujuh prinsip pengembangan
kurikulum antara lain : relevansi, efektivitas, efisiensi, fleksibilitas,
kontinuitas, objektifitas dan demokrasi.
3.2 Saran
Kebutuhan pendidikan
kini semakin kompleks, begitu pula dengan kebutuhan kurikulum yang ada juga
semakin berkembang, maka disarankan agar tiap sekolah atau lembaga pendidikan
menerapkan suatu sistem kurikulum yang sesuai dengan keadaan lingkungan
sekolahnya, karena sesuai dengan ketetapan pemerintah kurikulum yang digunakan
saat ini adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), maka sudah
selayaknya pihakpengembang kurikulum mengembagkan kurikulum sesuai dengan
potensi daerahnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan
yang ada di masyakarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, Pustaka Setia,
Bandung 1998
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/08/pengertian-kurikulum
http://zulharman79.wordpress.com/2007/08/04/evaluasi-kurikulum-pengertian-kepentingan-dan-masalah-yang-dihadapi/
http://destalyana.blogspot.com/2007/09/beberapa-pengertian-kurikulum.html
Joko susilo, Muhammad, Kurikulun Tingkat Satuan
Pendidikan, Pustaka Pelajar, yogyakrta, 2007
Mulyasa. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasution. 2005. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Rusma. 2011. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Sukmadinata, Syaodih, Nana. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan
Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Jammin' Jars Casino & Restaurant Review - KTNV
BalasHapusJammin' Jars 속초 출장샵 Casino & Restaurant is a high-quality restaurant that 수원 출장샵 has become a destination for 이천 출장마사지 the players of Jammin' Jars. The 과천 출장마사지 casino's 나주 출장마사지