Hulk

Chibi Hulk

Senin, 04 Mei 2015

Makalah HAM



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakag
          Setiap orang mempunya hak dan kewajiban. Yang mana hak adalah sesuatu yang harus ia peroleh dan kewajiban adalah sesuatu yang harus ia lakukan.
          Berbicara mengenai hak, sudah tidak asing lagi di telinga kita istilah Hak Asasi Manusia. Sedangkan Hak Asasi Manusia itu sendiri merupakan hak-hak yang melekat pada manusia, sebagai anugerah yang diberikan Tuhan yang harus dihormati oleh semua orang dan negara. Jadi hak itu harus ia peroleh agar ia dapat menjalani kehidupannya dengan tenang dan damai tanpa adanya gangguan dari pihak manapun.
          Kemunculan aturan Hak Asasi Manusia sebagai mana wujud dari upaya penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh manusia. Hal ini karena muncul begitu banyaknya pelanggaran yang terjadi, seperti kekerasan, perbudakan, pembunuhan dan lain sebagainya baik yang dilakukan oleh individu ataupun negara.
          Untuk mengetahui lebih lanjut tentang apakah HAM itu, bagaimana pemikiran-pemikiran dalam perkembangannya, mari kita lihat dalam uraian di bawah.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia?
2.      Bagaimana perkembangan pemikiran HAM di Eropa?
3.      Bagaimana perkembangan pemikiran HAM di Indonesia?
4.      Apa sajakah bentuk-bentuk dari HAM?
5.      Bagaimana HAM dalam konstitusi di Indonesia?



1.3  Tujuan
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan HAM, bagaimana perkembangan pemikirannya, bentuk-bentuk HAM, dan HAM dalam konstitusi di Indonesia.
2.      Melengkapi tugas individu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
3.      Merevisi makalah dari kesalahan-kesalahan sebelumnya.
















BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian HAM
            Secara definitif “hak” merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman dalam berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya, dengan unsur-unsurnya sebagai berikut:
a.       Pemilik hak;
b.      Ruang lingkup penerapan hak;
c.       Pihak yang bersedia dalam penerapan hak.
            Hak adalah sesuatu yang harus diperoleh. Untuk memperolehnya terdapat dua teori yaitu:
·         Teori McCloskey, menyatakan bahwa pemberian hak adalah untuk dilakukan, dimiliki, dinikmati atau sudah dilakukan.
·         Teori Joel Feinbrg, menyatakan bahwa pemberian hak penuh merupakan kesatuan dari klaim yang absah (keuntungan yang didapat dari pelaksanaan hak yang disertai pelaksanaan kewajiban). Hak dan kewajiban adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
            Sedangkan istilah yag dikenal di barat mengenai Hak-hak Asasi Manusia ialah “right of man”, yang menggantikan istilah “natural right”. Kemudian “right of man” diganti dengan istilah “human right” yang dipandang lebih netral dan universal.
Ø  Menurut Teaching Human Right
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Ø  Menurut John Locke
            HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia. HAM adalah hak dasar setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa; bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.
Ø  Menurut Prof. Dr. A. Gunawan Setiardja
HAM adalah hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, jadi hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia.
Ø  Menurut UU no. 39 tahun 1999
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan di lindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia.
Dari beberapa pengertian mengenai HAM di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang bersifat kodrati sebagai anugerah Tuhan dan hak-hak itu harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapa pun. Penghormatan dan perlindungan terhadap HAM diwujudkan dengan menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan umum.
2.2   Perkembangan Pemikiran HAM
Berbicara mengenai keberadaan HAM tidak terlepas dari pengakuan terhadap adanya hukum alam (natural law) yang menjadi cikal bakal bagi kelahiran HAM.
            Perkembangan HAM di Eropa
a.      Sebelum Deklarasi Universal HAM 1948
Wacana awal HAM di Eropa diawali dengan lahirnya Magna Charta telah menghilangkan hak absolut raja[4] yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan absolut raja seperti menciptakan hukum tetapi tidak terkait dengan peraturan yang mereka buat menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus dipertanggungjawabkan secara hukum.
Lahirnya Magna Charta merupakan cikal bakal lahirnya monarki konstitusional. Keterikatan penguasa dengan hukum dapat dilihat pada Pasal 21 Magna Charta yang menyatakan bahwa “ para Pangeran dan Baron dihukum atau didenda berdasarkan atas kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.[5]
       Empat abad kemudian, tepatnya pada 1689, lahir Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM) di Inggris. Pada masa itu pula muncul istilah equality before the law, kesetaraan manusia di muka hukum. Pandangan ini mendorong timbulnya wacana negara hukum dan negara demokrasi pada kurun waktu selanjutnya. Menurut Bill of Rights, asas persamaan manusia di hadapan hukum harus diwujudkan betapa pun berat rintangan yang dihadapi, karena tanpa hak persamaan maka hak kebebasan mustahil dapat terwujud. Untuk mewujudkannya maka lahirlah sejumlah istilah dan teori sosial yang identik dengan perkembangan dan karakter masyarakat Eropa, dan selanjutnya Amerika.
2.3  Perkembangan HAM di Indonesia
1.    Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
            Perkembangan HAM di Indonesia muncul dengan lahirnya beberapa organisasi pergerakan nasional, antara lain Budi Utomo yang menyerukan kebebasan. Dalam konteks pemikiran HAM Budi Utomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun yang dimuat surat kabar Goeroe Desa.
            Selanjutnya pemikiran HAM pada Perhimpunan Indonesia banyak dipengaruhi oleh para tokoh organisasi seperti Mohammad Hatta, Nazir Pamonjak, Ahmad Soebardjo, A. A. Maramis dsb. Pemikiran para tokoh tersebut lebih menitik beratkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
            Kemudian Serikat Islam, organisasi kaum santri yang dipelopori oleh H. Agus Salim dan Abdul Muis, menekankan pada usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi sosial.
            Sedangkan pemikiran HAM dalam pandangan Partai Komunis Indonesia sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu-isu yang berkenaan dengan alat produksi.
            Pemikiran HAM yang paling menonjol pada Indische Partij yaitu pemikiran yang menekankan pada hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan  yang sama dan hak kemerdekaan.
            Pemikiran HAM sebelum Indonesia merdeka juga terjadi dalam perdebatan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin di pihak lain. Perdebatan ini berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak dan untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak berkumpul, hak mengeluarkan pendapat, hak mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Dengan demikian gagasan pemikiran HAM di Indonesia telah menjadi perhatian besar dari para tokoh pergerakan bangsa dalam rangka penghormatan dan penegakan HAM, karena itu HAM di Indonesia mempunyai akar sejarah yang kuat.
2.    Periode Setelah Kemerdekaan
            Pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk merdeka, berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, dan kebebasan menyampaikan pendapat terutama dalam parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara (konstitusi) yaitu UUD 1945. Komitmen terhadap HAM pada awal kemerdekaan sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Presiden tanggal 1 November 1945 yang menyatakan:
            “... sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum bukti bahwa bagi kita cita-cita dan dasar kerakyatan itu benar-benar dasar dan pedoman penghidupan masyarakat dan negara kita. Mungkin sebagai akibat dari pemilihan itu pemerintah akan berganti dan UUD kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak.”
            Hal yang sangat penting kaitannya dengan HAM adalah dengan adanya perubahan mendasar dan signifikan terhadap sistem pemerintah dari sistem presidensil menjadi parlementer.
b.   Periode 1950-1959
            Pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan karena demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Menurut Prof. Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:[7]
1.    Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.
2.    Adanya kebebasan pers.
3.    Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratis.
4.    Kontrol parlemen oleh eksekutif.
5.    Perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.
c.       Periode 1959-1966
            Periode ini merupakan berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan oleh Demokrasi Terpimpin yang berpusat pada kekuasaan presiden Soekarno.
            Melalui sistem Demokrasi Terpimpin kekuasaan terpaut pada presiden Soekarno. Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen dan bahkan sebaliknya. Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-hak asasi warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan kebijakan pemerintah yang otoriter.


2.4  Bentuk-Bentuk HAM
            Menurut Prof. Bagir Manan ada beberapa kategori bentuk-bentuk HAM, yaitu:[9]
·         Hak sipil
            Hak sipil terdiri dari hak diperlakukan sama di muka hukum, hak bebas dari kekerasan, hak khusus bagi kelompok anggota masyarakat tertentu, dan hak hidup dan kehidupan.
·         Hak politik
            Hak politik terdiri dari hak kebebasan berserikatkan berkumpul, hak kemerdekaan mengeluarkan pemikiran dengan lisan dan tulisan, dan hak menyampaikan pendapat di muka umum.
·         Hak ekonomi
            Hak ekonomi terdiri dari hak jaminan sosial, hak perlindungan kerja, hak perdagangan, dan hak pembangunan berkelanjutan.
·         Hak sosial dan budaya
            Hak sosial budaya meliputi hak memperoleh pendidikan, hak kekayaan intelektual, hak kesehatan, dan hak memperoleh perumahan dan pemukiman.
Menurut Prof. Baharuddin Lopa, HAM dibagi dalam beberapa jenis yaitu:

1.      Hak persamaan dan kebebasan;
2.      Hak hidup;
3.      Hak memperoleh perlindungan;
4.      Hak penghormatan pribadi;
5.      Hak menikah dan berkeluarga;
6.      Hak wanita sederajat dengan pria;
7.      Hak anak dari orang tua;
8.      Hak memperoleh pendidikan;
9.      Hak kebebasan memilih agama;
10.  Hak kebebasan bertindak dan mencari suaka;
11.  Hak untuk bekerja;
12.  Hak memperoleh kesempatan yang  sama;
13.  Hak milik pribadi;
14.  Hak menikmati hasil/produk ilmu;
15.  Hak tahanan & narapidana;


            Sedangkan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Sedunia (Universal Declaration of Human Right) yang terwujud pada 10 Desember 1948[11], Hak Asasi Manusia terbagi dalam beberapa jenis, yang terdapat dalam pasal 3 sampai dengan pasal 21 yaitu:
·         Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi;
·         Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
·         Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak berperikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
·         Hak untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi;
·         Hak untuk pengampunan hukum secara efektif;
·         Hak bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan yang sewenang-wenang;
·         Hak untuk peradilan yang independen dan tidak memihak;
·         Hak untuk praduga tidak bersalah sampai terbukti bersalah;
·         Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat;
·         Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik;
 2.5  HAM dalam Konstitusi Indonesia
          Dalam perkembangan kehidupan berbangsa, konstitusi merupakan pilihan terbaik dalam memberi ikatan ideologis antara yang berkuasa dan yang dikuasai (rakyat).konstitusi hadir sebagai kata kunci kehidupan masyarakat modern. Tidak dapat dinafikan konstitusi sebagai hukum dasar yang menjadi acuan bagi sebuah negara dalam menentukan suatu peraturan.
1.  Hak Konstitusi
Kehadiran konstitusi merupakan conditio sine qua non bagi sebuah negara. Konstitusi menjelaskan tentang mekanisme lembaga-lembaga negara dan mengemukakah letak rasional dan kedudukan hak dan kewajiban warga negara.
Aksioma politik yang populer dicetuskan oleh Acton mengatakan, “kekuasaan cenderung korupsi dan kekuasaan yang mutlak akan cenderung secara mutlak pula”. [16]
Di dalam kekuasaan terdapat sisi positif dan negatif. Yang positif, kekuasaan yang baik sangat efektif dalam menegakkan hukum dan keadilan, sedangkan negatifnya ketika kekuasaan itu diarahkan pada tindak kesewenang-wenangan dan kezaliman.
Menurut Sri Soemantri, Guru Besar UNPAD, negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Konstitusi merupakan awal bagi kelahiran sebuah negara.
Pentingnya jaminan konstitusi atas HAM membuktikan komitmen atas sebuah kehidupan demokratis yang berada dalam payung negara hukum. Menurut Todung Mulya Lubis Indonesia belum sampai ke arah itu, meskipun persoalan dan perlindungan mengenai HAM telah diatur dalam perundang-undangan seperti. Akan tetapi patut dicamkan bahwa hal tersebut hanya berkisar dalam kapasitasnya sebagai hak-hak hukum.
2.     Konstitusional HAM di Indonesia
            Dalam konteks UUD yang pernah berlaku di Indonesia, pencantuman secara eksplisit seputar HAM muncul atas kesadaran dan beragam konsensus. Dalam kurun berlakunya UUD 45, konstitusi RIS 49, UUDS 50, UUD 45, dan Amandemen ke empat UUD 45 tahun 2002, pencantuman HAM mengalami pasang surut.
            Istilah HAM tidak ditemukan dalam UUD 1945. HAM dalam UUD 1945 diatur secara singkat dan sederhana yang lebih berorientasi pada hak sebagai warga negara, yang hanya dimuat dalam 5 pasal, yakni pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 31, dan pasal 34. Sedangkan dalam Konstitusi RIS 1949, pengaturan HAM terdapat dalam bagian V yang berjudul “hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia”. Dan yang terlengkap terdapat dalam UUDS 1950 memuat pasal-pasal tentang HAM yang relatif lebih lengkap ketentuan HAM diatur dalam bagian V (hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia) dari pasal 7 sampai pasal 33.
            Dalam sejarah perkembangan UUD 1945, agenda perubahan UUD merupakan sejarah baru bagi masa depan konstitusi Indonesia.
            Konstitusi RIS 1949 (1949-1950) memberikan suasana baru bagi penegakan hukum dan HAM. Karena dalam pemberlakuannya yang relatif singkat, akibatnya upaya penegakan HAM dari konstitusi ini relatif sulit ditemukan. UUDS 1949 memberikan kepastian tegas tentang HAM. Materi muatan HAM, yang mengadopsi muatan HAM PBB tahun 1948.
            Sama halnya dengan konstitusi RIS 1949, UUDS 1950 nyaris tidak efektif karena negara pada waktu itu disibukkan dengan kondisi perpolitikan tanah air.
            Dalam perkembangan kebijakan pemerintahan Orde Baru sampai Reformasi (sebelum dan sesudah perubahan II UUD 1945 tahun 2000), beberapa perangkat kebijakan peraturan perundang-undangan dapat dikatakan melengkapi pengaturan HAM di Indonesia dalam bentuk peraturan perundang-undangan, seperti Tap MPR, Undang-Undang, Keppres, dsb.[17]
            Untuk mempertegas jaminan atas HAM di Indonesia, maka dibentuk lembaga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berdasarkan pada Tap MPR No. XVII tahun1998 tentang HAM dan UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM yang disahkan pada 23 September 1999.
            Keterjaminan HAM dalam konstitusi di Indonesia dan peraturan perundang-undangan secara lebih baik akan menjadi peluang besar bagi terwujudnya penegakan hukum dan HAM secara bertanggung jawab dan berkeadilan.
3.    RANHAM (Rencana Aksi Nasional HAM)  Indonesia
          Konsep RANHAM pertama kali lahir pada Konferensi HAM di Wina tahun 1993. Deklarasi tentang HAM ini merekomendasi agar setiap negara menyatakan keinginannya untuk menyusun rencana aksi nasional dengan mengidentifikasi langkah-langkah untuk meningkatkan pemajuan dan perlindungan HAM. Rekomendasi ini tidak mengikat tetapi memiliki sifat persuasif yang sangat kuat karena pentingnya kesempatan dan pernyataan bahwa rekomendasi tersebut didukung secara bulat.
          Konsep RANHAM didasarkan atas pandangan bahwa perbaikan abadi pada hak asasi manusia akhirnya tergantung pada pemerintah dan orang-orang dari negara tertentu yang memutuskan untuk mengambil aksi nyata guna menghasilkan perubahan. Konsep ini mengakui bahwa tidak ada satu pun negara yang memiliki catatan HAM sempurna. Setiap negara berbeda-beda, dan rencana apapun yang dikembangkan oleh suatu negara harus sesuai dengan keadaan politik, budaya, hukum, sosial, dan ekonomi.
          Dalam diktumnya, Keppres menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan, pemenuhan, perlindungan HAM dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat istiadat dan budaya-budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
          Dengan ditetapkannya RANHAM berdasarkan Keppres Nomor 40 tahun 2004, merupakan kelanjutan RANHAM 1998-2003 yang dicanangkan Presiden B.J Habibi melalui Keppres Nomor 29 tahun 1998, yang semula memuat empat program utama, yaitu:[18]
1)  Persiapan pengesahan perangkat internasional HAM
2)  Diseminari dan pendidikan HAM
3)  Pelaksanaan HAM yang ditetapkan sebagai prioritas
4) Pelaksanaan isi atau ketentuan berbagai perangkat internasional HAM yang telah disahkan Indonesia.
          Berdasarkan Keppres No. 129 tahun 1998 tentang RANHAM di atas perlu rekayasa khusus dalam upaya pengembangan mengenai HAM, yang kemudian diperbaharui melalui Keppres No. 61 tahun 2003 tentang perubahan keputusan presiden. Dan yang terakhir Keppres No. 40 tahun 2004 telah digariskan bahwa di samping terbentuknya Panitia Nasional yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab pada Presiden, juga Menteri Kehakiman dan HAM selaku Ketua Panitia Nasional bersama Gubernur di setiap Provinsi membentuk Panitia Pelaksanaan RANHAM Provinsi yang bertanggung jawab kepada Gubernur dan Panitia Nasional. Begitu juga halnya di daerah kabupaten/kota dibentuk Panitia Pelaksana Kegiatan RANHAM Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota dan Panitia Pelaksana Provinsi.
          Dengan kata lain, melalui Keppres ini Panitia Pelaksana RANHAM harus dibentuk di level daerah, baik dalam skala Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Panitia ini memiliki tugas antara lain:
1.    Pembentukan dan penguatan institusi RANHAM,
2.    Persiapan harmonisasi Peraturan Daerah,
3.    Diseminari dan pendidikan HAM,
4.    Penerapan norma dan standar HAM, dan
5.    Pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
            Perkembangan mengenai HAM menunjukkan sebuah rekayasa yang begitu baik dalam upaya penegakan HAM. Konstitusionalitas HAM dalam konstitusi Indonesia semakin kokoh pasca Perubahan UUD 1945. Perkembangan ini diharapkan semakin meneguhkan dasar pembangunan nasional yang berdimensi HAM Indonesia.
            Dan dengan melalui pemikiran dan tindakan kita semua, terletak masa depan perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan penegakan HAM di Indonesia. Kehadiran RANHAM harus dipahami sebagai keharusan sejarah dalam mengisi ruang aktualisasi HAM dalam konteks lokal negara-negara, tidak terkecuali Indonesia.











BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
            Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang bersifat kodrati sebagai anugerah Tuhan dan hak-hak itu harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapa pun.
            Perkembangan pemikiran HAM di Eropa diawali dengan lahirnya Magna Charta telah menghilangkan hak absolut raja yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan absolut raja seperti menciptakan hukum tetapi tidak terkait dengan peraturan yang mereka buat menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus dipertanggungjawabkan secara hukum.
            Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia ditandai dengan munculnya berbagai organisasi dan politik seperti, Budi Utomo, Indiche Partij, Partai Komunis, Serikat Islam dsb.
3.2  Saran
Upaya agar sadar akan pentingnya Hak Asasi Manusia, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:
1.      Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri.
2.      Kerjasama antara Pemerintah daerah dan warga masyarakat Daerah perlu ditingkatkan.
3.      Kita harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain
4.      Pemerintah khususnya pihak kepolisian harus bisa menjadi sarana dalam menyelesaikan masalah pelanggaran HAM.

DAFTAR PUSTAKA
Arinanto, Satya, Dimensi-Dimensi HAM, Jakarta: Raja Grafindo Persada,  2008.
Azra, Azyumardi, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani, Jakarta:             ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003.
Muladi, Hak Asasi Manusia; hakikat konsep dan implikasinya dalam Perspektif hukum      dan Masyarakat, Bandung: Refika Editama, 2005.
Rozaq, Abdul, Pendidikan Kewargaan, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2008.
Setiardja, A. Gunawan, Hak-Hak Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila,           Yogyakarta: KANISIUS, 1993.
Ubaidilah A., Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani, Jakarta: IAIN Jakarta Press,         2000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar