BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara kita adalah
negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang, dengan
tujuan pokok untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan batin bagi
seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat tercapai apabila masyarakat mempunyai
kesadaran bernegara dan berusaha untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur
dan sejahtera. Masyarakat dikatakan sejahtera apabila tingkat perekonomian
menengah keatas dan kondisi keamanan yang harmonis Hal tersebut dapat tercapai
dengan cara setiap masyarakat berperilaku serasi dengan kepentingan yang
berlaku dalam kehidupan masyarakat yang diwujudkan dengan bertingkah laku
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Namun belakangan ini dengan terjadinya krisis moneter yang berpengaruh
besar terhadap masyarakat sehingga mengakibatkan masyarakat Indonesia mengalami
krisis moral. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya kejahatan
dan meningkatnya pengangguran. Dengan meningkatnya pengangguran sangat
berpengaruh besar terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Masyarakat dengan
tingkat kesejahteraan yang rendah cenderung untuk tidak mempedulikan norma atau
kaidah hukum yang berlaku. Melihat kondisi ini untuk memenuhi kebutuhan ada kecenderungan
menggunakan segala cara agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Dari cara-cara
yang digunakan ada yang melanggar dan tidak melanggar norma hukum.
Salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat adalah
pencurian. Dimana melihat keadaan masyarakat sekarang ini sangat memungkinkan
orang untuk mencari jalan pintas dengan mencuri. Dari media-media massa dan
media elektronik menunjukkan bahwa seringnya terjadi kejahatan pencurian dengan
berbagai jenisnya dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang tidak tercukupi.
Mencuri berarti mengambil harta milik orang lain dengan tidak hak untuk
dimilikinya tanpa sepengetahuan pemilikinya. Mencuri hukumnya adalah haram. Dan
seiring berjalannya waktu, tindakan mencuri juga mengalami perkembangan.
Masalah pencurian kendaraan bermotor merupakan jenis kejahatan yang selalu
menimbulkan gangguan dan ketertiban masyarakat. Kejahatan pen;curian kendaraan
bermotor yang sering disebut curanmor ini merupakan perbuatan yang melanggar
hukum dan diatur dalam KUHP. Obyek kejahatan curanmor adalah kendaraan bermotor
itu sendiri. “Kendaraan bermotor adalah sesuatu yang merupakan kendaraan yang
menggunakan mesin atau motor untuk menjalankannya”. Kendaraan bermotor yang
paling sering menjadi sasaran kejahatan curanmor roda dua yaitu sepeda motor
dan kendaraan bermotor roda empat yaitu mobil pribadi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apa
Pengertian dari kasus pencurian ?
2. Apa
saja faktor pendorong yang memicu tindakan pencuiran?
3. Apa
saja dampak dari adanya tindakan pencurian?
1.3
Tujuan
1. Untuk
Mengetahui Pengertian dari kasus pencurian
2. Untuk
Mengetahui faktor pendorong yang memicu tindakan pencuiran
3. Untuk
Mengetahui dampak dari adanya tindakan pencurian
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pencurian
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti dari kata “curi” adalah
mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan
sembunyi-sembunyi. Sedangkan arti “pencurian” adalah proses, cara, perbuatan.
Di dalam hadist dikatakan bahwa mencuri merupakan tanda hilangnya iman
seseorang.
“Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia sedang
berzina. Tidaklah beriman seorang peminum khamar ketika ia sedang meminum
khamar. Tidaklah beriman seorang pencuri ketika ia sedang mencuri”. (H.R
al-Bukhari dari Abu Hurairah : 2295)
Sedangkan secara istilah banyak pendapat yang
mengemukakan definisi mengenai mencuri :
1. Menurut
Sabiq (1973:468), mencuri adalah mengambil barang orang lain secara
sembunyi-sembunyi.
2. Menurut
Ibnu Arafah, orang arab memberi definisi, mencuri adalah orang yang datang
dengan sembunyi-sembunyi ke tempat penyimpanan barang orang lain untuk
mengambil apa-apa yang ada di dalamnya yang pada prinsipnya bukan miliknya.
3. Menurut
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini, mencuri adalah mengambill
barang orang lain (tanpa izin pemiliknya) dengan cara sembunyi-sembunyi dan
mengeuarkan dari tempat penyimpanannya.
4. Menurut
Al-Jaziri (1989:756), mencuri adalah prilaku mengamsil barang orang lain
minimal satu nisab atau seharga satu nisab, dilakukan orang berakal dan baligh,
yang tidak mempunyai hak milik ataupun syibih milik terhadap harta tersebut
dengan jalan sembunyi-sembunyi dengan kehendak sendiri tanpa paksaan orang
lain, tanpa perbedaan baik muslim, kafir dzimni, orang murtad, laki-laki,
perempuan, merdeka ataupun budak.
5. Menurut
A. Djazuli dalam bukunya Fiqh Jinayah, pencurian
6. mempunyai
makna perpindahan harta yang dicuri dari pemilik kepada
7. pencuri.
8. Menurut
Mahmud Syaltut (kata Rahmat Hakim), ”Pencurian adalah
9. mengambil
harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh orang yang tidak
dipercayai menjaga barang tersebut”.
10. Sedangkan
dalam bukunya Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq berpendapat bahwa yang dimaksud mencuri
adalah mengambil barang orang lain secara sembunyi-bunyi.
Pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur - unsurnya dirumuskan
dalam pasal 362 KUHP, adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya
yang berbunyi :
"Barang siapa mengambil suatu benda yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5
tahun atau denda paling banyak Rp. 900.000.000,00".
Untuk lebih jelasnya, apabila dirinci rumusan itu terdiri dari unsur -
unsur ojektif (perbuatan mengambil, objeknya suatu benda, dan unsur keadaan
yang menyertai/melekat pada benda, yaitu benda tersebut sebagian atau
seluruhnya milik orang lain) dan unsur - unsur subjektif (adanya maksud, yang
ditujukan untuk memiliki, dan dengan melawan hukum).
Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat
dikualifisir sebagai pencurian apabila terdapat semua unsur tersebut di atas:
1.
Unsur-Unsur
Objektif
v Unsur
perbuatan mengambil (wegnemen)
Unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan “mengambil”
barang. “Kata “mengambil” (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada
menggerakan tangan dan jari-jari, memegang barangnnya, dan mengalihkannya ke
lain tempat”.
Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukan bahwa
pencurian adalah berupa tindak pidana formill. Mengambil adalah suatu tingkah
laku psoitif/perbuatan materill, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan yang
disengaja. Pada umumnya menggunakan jari dan tangan kemudian diarahkan pada
suatu benda, menyentuhnya, memegang, dan mengangkatnya lalu membawa dan
memindahkannya ke tempat lain atau dalam kekuasaannya. Unsur pokok dari
perbuatan mengambil harus ada perbuatan aktif, ditujukan pada benda dan
berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaannya. Berdasarkan hal
tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap
suatu benda dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaanya secara nyata dan
mutlak.
Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah
merupaka syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga
merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu perbuatan pencurian yang
sempurna.
v Unsur
benda
Pada objek pencurian ini sesuai dengan
keterangan dalam Memorie van toelichting (MvT) mengenai pembentukan Pasal 362
KUHP adalah terbatas pada benda-benda bergerak (roerend goed). Benda-benda
tidak bergerak, baru dapat menjadi objek pencurian apabila telah terlepas dari
benda tetap dan menjadi benda bergerak. Benda bergerak adalah setiap benda yang
berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil.
Benda yang bergerak adalah setiap benda yang sifatnya dapat berpindah
sendiri atau dapat dipindahkan (Pasal 509 KUHPerdata). Sedangkan benda yang
tidak bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya tidak dapat berpindah
atau dipindahkan, suatu pengertian lawandari benda bergerak.
v Unsur
sebagian maupun seluruhnya milik orang lain
Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian
saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri. Contohnya seperti
sepeda motor milik bersama yaitu milik A dan B, yang kemudian A mengambil dari
kekuasaan B lalu menjualnya. Akan tetapi bila semula sepeda motor tersebut
telah berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang
terjadi melainkan penggelapan (Pasal 372 KUHP).
2.
Unsur-Unsur
Subjektif
v Maksud
untuk memiliki
Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni unsur pertama maksud
(kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk), berupa unsur kesalahan
dalam pencurian, dan kedua unsur memilikinya. Dua unsur itu tidak dapat
dibedakan dan dipisahkan satu sama lain.
Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus
ditujukan untuk memilikinya, dari gabungan dua unsur itulah yang menunjukan
bahwa dalam tindak pidana pencurian, pengertian memiliki tidak mengisyaratkan
beralihnya hak milik atas barang yang dicuri ke tangan pelaku, dengan alasan.
Pertama tidak dapat mengalihkan hak milik dengan perbuatan yang melanggar
hukum, dan kedua yang menjadi unsur pencurian ini adalah maksudnya (subjektif)
saja. Sebagai suatu unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi diri
sendiri atau untuk dijadikan barang miliknya. Apabila dihubungkan dengan unsur
maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil dalam diri pelaku sudah
terkandung suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan
sebagai miliknya.
v Melawan
hukum
Menurut Moeljatno, unsur melawan hukum dalam tindak pidana pencurian
yaitu Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditunjukan
pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan
mengambil benda, ia sudah mengetahui dan sudah sadar memiliki benda orang lain
itu adalah bertentangan dengan hukum. Karena alasan inilah maka unsur melawan
hukum dimaksudkan ke dalam unsur melawan hukum subjektif. Pendapat ini kiranya
sesuai dengan keterangan dalam MvT yang menyatakan bahwa, apabila unsur
kesengajaan dicantumkan secara tegas dalam rumusan tindak pidana, berarti
kesengajaan itu harus ditujukan pada semua unsur yang ada dibelakangnya
Apabila dikaitkan dengan unsur 362 KUHP maka kejahatan curanmor adalah
perbuatan pelaku kejahatan dengan mengambil suatu barang berupa kendaraan
bermotor yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk
memiliki kendaraan bermotor tersebut secara melawan hukum.
Kejahatan curanmor sebagai tindak pidana yang diatur dalam KUHP tidak
hanya terkait denga pasal pencurian saja dalam KUHP. Kejahatan curanmor juga
memiliki keterikatan dengan pasal tindak pidana penadahan.
Berikut ini adalah pasal KUHP yang mengatur tentang kejahatn curanmor
beserta pasal yang memiliki keterikatan dengan kejahatan curanmor:
1. Pencurian dengan Pemberatan yang diatur dalam
pasal 363 KUHP
2. Pencurian dengan Kekerasan yang diatur dalam
pasal 365 KUHP
3. Tindak Pidana Penadahan yang diatur dalam pasal
480 KUHP
2.2
Faktor-Faktor Yang Menjadi Pendorong
Terjadinya Tindak Pidana Pencurian
Terjadinya suatu tindak pidana pencurian banyak sekali faktor-faktor
yang melatar belakanginya. Selain faktor dari diri pelaku sebagai pihak yang
melakukan suatu tindak pidana pencurian, banyak faktor lain yang mendorong
dapat terjadinya suatu tindak pidana pencurian.yang terjadi dalam masyarakat.
Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan dapat terjadinya suatu tindak
pidana pencurian. Yaitu faktor internal dan faktor external. Kedua faktor
tersebut akan dipaparkan dalam sub bab di bawah.
1.
Faktor
Internal
v Niat
Pelaku
Niat merupakan awal dari suatu perbuatan, dalam melakukan tindak pidana
pencurian niat dari pelaku juga penting dalam faktor terjadinya perbuatan
tersebut. Pelaku sebelum melakukan tindak pidana pencurian biasanya sudah
berniat dan merencanakan bagaimana akan melakukan perbuatannya. Yang sering
terjadi adalah pelaku merasa ingin memiliki barang yang dipunyai oleh korban,
maka pelaku memiliki barang milik korban dengan cara yang dilarang oleh
hukum,yaitu dengan mencurinya. Pelaku biasanya merasa iri terhadap barang yang
dimiliki oleh korban, sehingga pelaku ingin memilikinya.
v Keadaan
Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu hal yang penting di dalam kehidupan
manusia. Maka keadaan ekonomi dari pelaku tindak pidana pencurian kerap kali
muncul yang melatarbelakangi sesorang melakukan tindak pidana pencurian. Para
pelaku sering kali tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, atau bahkan tidak
punya pekerjaan sama sekali atau seorang penganguran. Karena desakan ekonomi
yang menghimpit, yaitu harus memenuhi kebutuhan keluarga, membeli sandang
maupun papan, atau ada sanak keluarganya yang sedang sakit, maka sesorang dapat
berbuat nekat dengan melakukan tindak pidana pencurian. Secara lengkap JJH
Simanjuntak menjelaskan sebagai berikut :
Sebagian besar pelaku pencurian melakukan tindakannya tersebut
disebabkan oleh kesulitan ekonomi, baik yang untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, ada keluarganya yang sakit, membutuhkan biaya dalam waktu dekat
dan lain-lain. Maka dapat disimpulkan bahwa faktor pendorong seseorang
melakukan tindak pidana pencurian adalah kesulitan ekonomi yang menyebabkan ia
melakukan perbuatan tersebut.
Rasa cinta seseorang terhadap keluarganya, menyebakan ia sering lupa
diri dan akan melakukan apa saja demi kebahagiaan keluarganya. Terlebih lagi
apabila faktor pendorong tersebut diliputi rasa gelisah, kekhawatiran, dan lain
sebagainya, disebabkan orang tua (pada umumnya ibu yang sudah janda), atau
isteri atau anak maupun anak-anaknya, dalam keadaan sakit keras. Memerlukan
obat, sedangkan uang sulit di dapat. Oleh karena itu, maka seorang pelaku dapat
termotivasi untuk melakukan pencurian.
v Moral
dan Pendidikan
Moral disini berarti tingkat kesadaran akan norma-norma yang berlaku di
dalam masyarakat. Semakin tinggi rasa moral yang dimiliki oleh seseorang, maka
kemungkinan orang tersebut akan melanggar norma-norma yang berlaku akan semakin
rendah. Kesadaran hukum seseorang merupakan salah satu faktor internal yang
dapat menentukan apakah pelaku dapat melakukan perbuatan yang melanggar
norma-norma di masyarakat. Apabila seseorang sadar akan perbuatan yang dapat
melanggar norma maka ia tidak akan melakukan perbuatan tersebut karena takut
akan adanya sanksi yang dapat diterimanya, baik sanksi dari pemerintah maupun
sanksi dari masyarakat sekitar.
Tingkatan pendidikan seseorang juga menentukan seseorang dapat melakukan
tindak pidana pencurian. Karena dari kebanyakan pelaku tindak pidana pencurian
hanya memiliki tingkat pendidikan yang tidak begitu tinggi. Tingkat pendidikan
juga berpengaruh dalam kepemilikan pengahasilan dari pelaku tersebut. Karena
tidak memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, maka seseorang sulit mencari
pekerjaaan. Karena tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan yang pasti tadi,
maka seseorang melakukan tindak pidana pencurian karena terdesak kebutuhan ekonomi
yang harus segera dipenuhi.
2.
Faktor
External
v Lingkungan
Tempat Tinggal
Lingkungan yang dimaksud disini merupakan daerah dimana penjahat
berdomisili atau daerah-daerah di mana penjahat malakukan aksinya. Selain itu
lingkungan disini juga bias diartikan sebagai lingkungan dimana si korban
tinggal. Pertama penulis mengkaji terlebih dahulu mengenai lingkungan tempat
tinggal pelaku kejahatan. Lingkungan tempat tinggal pelaku kejahatan biasanya
merupakan lingkungan atau daerah-daerah yang pergaulan sosialnya rendah,
rendahnya moral penduduk, dan sering kali di lingkungan tersebut norma-norma
sosial sudah sering dilanggar dan tidak ditaati lagi. Selain itu standar
pendidikan dan lingkungan tempat tinggal yang sering melakukan tindak pidana
juga menjadi salah satu faktor yang dapat membentuk sesorang atau individu
untuk menjadi seorang pelaku kejahatan.
Lingkungan tempat tinggal dari pelaku juga ikut mempengaruhi dalam
terjadinya suatu tindak pidana. Karena keamanan dari lingkungan korban tinggal
juga turut menjadi salah satu faktor utama dari terjadinya tindak pidana.
Lingkungan yang sepi dan tidak terdapatnya sistem keamanan lingkungan
(Siskamling) juga dapat membuat tindak pidana pencurian semakin marak terjadi
di lingkungan tempat tinggal korban. Mengenai hal ini JJH Simanjuntak
menjelaskan bahwa :
Lingkungan tempat tinggal juga menjadi salah satu faktor penting dari
terjadinya suatu tindak pidana pencurian. Hal ini dapat dilihat dari penelitian
selama ini, bahwa lingkungan juga menjadi salah satu faktor kriminigen
(penyebab kejahatan). Dari kasus-kasus pencurian yang terjadi di daerah
Surakarta, sering didapati bahwa pelaku kejahatan berasal dari lingkungan
tempat tinggal yang tidak sehat. Maksudnya adalah lingkungan tempat tinggal
pelaku sering merupakan pemukiman yang kumuh, dimana pemukiman tersebut dihuni
oleh orang-orang yang sering kali melakukan tindakan melanggar hukum, seperti
mabuk-mabukan, perkelahian dan lain-lain. Sedangkan lingkungan tempat tinggal
korban pun sama-sama mempunyai andil yang besar. Karena sering kali kelengahan
kemanan dari lingkungan tempat tinggal yang dijadikan celah oleh pelaku untuk
melancarkan aksinya. Maka keamanan lingkungan harus lebih diperhatikan oleh
masyarakat luas pada saat ini.
v Penegak
Hukum
Sebagai petugas Negara yang mempunyai tugas menjaga ketertiban dan
keamanan masyarakat, peran penegak hukum disini juga memiliki andil yang cukup
besar dalam terjadinya tindak pidana pencurian. Penegak hukum disini bukan hanya
polisi saja, melainkan Jaksa selaku Penuntut Umum dan Hakim selaku pemberi
keputusan dalam persidangan. Peran serta penegak hukum yang memiliki peran
strategis adalah polisi. Polisi selaku petugas Negara harus senantiasa mampu
menciptakan kesan aman dan tentram di dalam kehidupan bermasyarakat. Apabila
dalam masyarakat masih sering timbul tindak pidana, khususnya tindak pidana
pencurian berarti Polisi belum mampu menciptakan rasa aman di dalam masyarakat.
Polisi mempunyai tugas tidak hanya untuk menangkap setiap pelaku tindak
pidana pencurian, tetapi harus mampu memberikan penyuluhan-penyuluhan dan
informasi kepada masyarakat luas agar senantiasa mampu berhati-hati agar tidak
terjadi tindak pidana pencurian di lingkungan mereka masing-masing.
Penyuluhan-penyuluhan tersebut dapat dilakukan dengan melalui media elektronik
dan penyuluhan secara langsung kepada masyarakat. Selain itu polisi juga dapat
melakukan patroli untuk senantiasa menjaga keamanan di lingkungan masyarakat.
Seperti halnya dijelaskan oleh JJH Simanjuntak, sebagai berikut :
Pihak kepolisian dapat melakukan pencegahan terhadap kemungkinan
terjadinya kejahatan pada umumnya, dan pencurian pada khususnya, juga dilakukan
pihak aparat penegak hukum. Dari Kepolisian Kota Besar Surakarta, tindakan yang
berkaitan dengan itu dilakukan dalam bentuk patroli keamanan,
penyuluhan-penyuluhan hukum terhadap masyarakat, baik secara langsung, maupun
secara periodik. Di samping itu kepolisian daerah atau kepolisian Negara juga telah
melakukan peringatan-peringatan melalui media elektronik, seperti yang sering
kita lihat di televisi-televisi. Aparat kejaksaan juga telah menyelenggarakan
jaksa masuk desa, dan lain sebagainya.
Dari pernyataan di atas, dapat juga di simpulkan, bahwa aparat penegak
hukum juga tidak henti-hentinya melakukan tindakan pencegahan terjadinya
kejahatan, termasuk kejahatan pencurian dengan , baik dengan mengadakan
patroli-patroli, penyuluhan hukum terhadap masyarakat (yang dilakukan oleh POLRI),
maupun yang berupa ”peringatan-peringatan” melalui media elektronik seperti
televisi, dan radio. Pihak kejaksaan juga melaksanakan program jaksa masuk desa
dengan (salah satunya) tujuan serupa. Dengan demikian, pihak aparat penegak
hukum pun telah melakukan tindakan-tindakan preventatif. Maka dari itu pihak
penegak hukum juga menjadi faktor penentu dalam terjadinya tindak pidana
pencurian, bila penegak hukum sudah melakukan tugasnya dengan baik maka angka
kejahatan,khususnya pencurian dapat ditekan ke angka yang paling rendah.
v Korban
Kelengahan korban juga menjadi salah satu faktor pendorong pelaku untuk
melakukan tindak pidana pencurian. Pada keadaan masyarakat saat ini dimana
tingkat kesenjangan di dalam masyarakat semakin tinngi. Di satu sisi banyak
orang yang kaya raya tetapi orang yang miskin sekali pun juga semakin banyak.
Hal ini menimbulkan kecemburuan sosial yang dirasakan oleh pelaku. Tindakan
korban yang memamerkan harta kekayaan juga menjadi “godaan” kepada pelaku untuk
melancarkan aksinya.
Rasa waspada dari korban juga harus ditingkatkan agar tindak pidana
pencurian tidak dialami oleh korban. Misalkan A mempunyai motor, dan diparkir
di depan rumahnya. Untuk menjamin keamanannya A harus mengkunci motornya dan
harus diparkir di tempat yang aman agar tidak dicuri oleh seseorang. Tindakan
ini disebut tindakan preventif yang dapat dilakukan oleh individu agar ia tidak
menjadi korban dari tindak pidana pencurian. Seperti halnya pencurian uang yang
paling sering terjadi di masyarakat saat ini. Anggota masyarakat harus
senantiasa meningkatakan kewaspadaanya serta harus dapat memberikan keamanan
kepada setiap hartanya, khusunya disini uang. Kelengahan pemilik uang juga
dapat menciptakan kesempatan kepada pelaku untuk melakukan tindak pidana
pencurian
2.3 Dampak
Negatif Mencuri
Dalam sebuah perkara atau perbuatan pasti ada di dalamnay hukum sebab
akibat yang itu tidak bisa lepas dan selalu mengikuti. Dalam hal pencurian yang
notabene adalah perbuatan jahat, maka di balik perbuatan tersebut adanya dampak
negatif yang merugikan terhdap orang lain maupun terhadap diri sendiri.
1.
Dampak
terhadap pelakunya
Dampak yang akan di alami bagi pelaku pencurian atas
perbuatanya tersebut antara lain,
§ Mengalami
kegelisahan batin, pelaku pencurian akan selaludikejar-kejar rasa bersalah dan
takut jika perbuatanya terbongkar
§ Mendapat
hukuman, apabila tertangkap, seorang pencuri akan mendapatkan hukuman sesuai
undang-undang yang berlaku
§ Mencemarkan
nama baik, seseorang yang telah terbukti mencuri nama baiknya akan tercemar di
mata masyarakat
§ Merusak
keimanan, seseorang yang mencuri berarti telah rusak imanya. Jika ia mati
sebelum bertobat maka ia akan mendapat azab yang pedih
2.
Dampak
terhadap korban pencurian
Dampak dari pencurian bagi korban diantaranya adalah
§ Menimbulkan
kerugian dan kekecewaan, peristiwa pencurian akan sangat merugikan dan
menimbulkan kekecewaan bagi korbanya
§ Menimbulkan
ketakutan, peristiwa pencurian menimbulkan rasa takut bagi korban dan
masyarakat karena mereka merasa harta bendanya terancam
§ Munculnya
hukum rimba, perbuatan pencurian merupakan perbuatan yang mengabaikan
nilai-nilai hukum. Apabila terus berlanjut akan memunculkan hukum rimba dimana
yang kuat akan memangsa yang lemah.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Masyarakat
dengan tingkat kesejahteraan yang rendah cenderung untuk tidak mempedulikan
norma atau kaidah hukum yang berlaku termasuk dalam memenuhi kebutuhan ada
kecenderungan menggunakan segala cara agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Dari
cara-cara yang digunakan ada yang melanggar dan tidak melanggar norma hukum.
Salah satu
bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat adalah pencurian. Mencuri
berarti mengambil harta milik orang lain dengan tidak hak untuk dimilikinya
tanpa sepengetahuan pemilikinya. Dan seiring berjalannya waktu, tindakan
mencuri juga mengalami perkembangan. Masalah pencurian kendaraan bermotor
merupakan jenis kejahatan yang selalu menimbulkan gangguan dan ketertiban
masyarakat.
Terdapat
dua faktor utama yang menyebabkan dapat terjadinya suatu tindak pidana
pencurian. Yaitu faktor internal dan faktor external. Faktor Internal terdiri
atas : niat pelaku, keadaan ekonomi, serta faktor moral dan pendidikan. Adapun
faktor Eksternal terdiri atas: lingkungan tempat tinggal, penegak hukum dan
faktor korban sendiri.
Dalam hal
pencurian yang notabene adalah perbuatan jahat, maka di balik perbuatan
tersebut adanya dampak negatif yang merugikan terhdap orang lain maupun
terhadap diri sendiri. Dampak yang merugikan orang lain diantaranya:
Menimbulkan kerugian dan kekecewaan, peristiwa pencurian akan sangat merugikan
dan menimbulkan kekecewaan bagi korbanya dll. Dan dampak yang merugikan
pelakunya sendiri diantaranya: Mendapat hukuman, apabila tertangkap, seorang pencuri
akan mendapatkan hukuman sesuai undang-undang yang berlaku
3.2 Saran
·
Jangan pernah melakukan pencurian
karena dapat membahayakan dan merugikan diri kita sendiri
·
Jauhkan diri dari
perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum
DAFTAR
PUSTAKA
http://farrahdibayosan.blogspot.com/2014/11/kasus-pencurian-kendaraan-bermotor.html
http://diasdiari.blogspot.com/2014/03/makalah-banyak-pencurian-di-lingkungan.html
Leden
Marpaung,Asas-teori-Praktik Hukum Pidana,Jakarta,Sinar Grafika,2012,hal : 7
Leden
Marpaung,Asas-teori-Praktik Hukum Pidana,Jakarta,Sinar Grafika,2012,hal : 14 -
15
http//Pontianak.Tribunnews.com/2013/10/08
Leden
Marpaung,Asas-teori-Praktik Hukum Pidana,Jakarta,Sinar Grafika,2012,hal : 8
http//googlesearch.com
http//googlesearch.com
http//googlesearch.com
Leden
Marpaung,Asas-teori-Praktik Hukum Pidana,Jakarta,Sinar Grafika,2012,hal : 8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar