KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat Dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kekuasaan Dan
Wewenang” ini dengan sebaik-baiknya.
Saya sadar bahwa makalah ini tidak
dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, rekan-rekan dan pihak-pihak yang
telah membantu baik secara moril maupun spiritual. Untuk itu saya mengucapkan
terima kasih. Dan harapan saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
“Tiada Gading yang tak Retak”
pepatah itulah yang mewakili ungkapan perasaan saya bahwa makalah ini jauh dari
sempurna, maka kiranya kritik dan saran sangat saya nanti dari para pembaca.
i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR
ISI......................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang........................................................................................................... iii
B.
Rumusan Masalah...................................................................................................... iii
C.
Tujuan Penulisan Makalah......................................................................................... iii
BAB II PEMBAHASAN
A.
Hakikat kekuasaan dan sumbernya............................................................................ 3
B. Unsur-unsur
saluran kekuasaan dan dimensinya....................................................... 6
C.
Cara-cara mempertahankan kekuasaan...................................................................... 9
D.
Beberapa bentuk lapisan kekuasaan........................................................................... 11
E.
Wewenang kharismatis, tradisional dan
rasional (legal)............................................ 15
F.
Wewenang resmi dan tidak resmi.............................................................................. 18
G.
Wewenang pribadi dan territorial.............................................................................. 19
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................................ 21
B.
Saran ......................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Balakang
Kekuasaan
adalah kemampuan untuk bertindak atau memerintah sehingga dapat menyebabkan
orang lain bertindak, pengertian disini harus meliputi kemampuan untuk membuat
keputusan mempengaruhi orang lain dan mengatasi pelaksanaan keputusan itu.
Biasanya dibedakan antara kekuasaan yang berarti dalam kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain sehingga dapat menyebabkan orang lain tersebut
bertindak dan wewenang yang berarti hak untuk memerintah orang lain.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah di paparkan diatas, maka kita dapat menentukan
rumusan masalah yang akan menjadi bahan penulisan makalah ini yaitu :
1.
Jelaskan Hakikat kekuasaan dan sumbernya
2.
Jelaskan Unsur-unsur saluran kekuasaan
dan dimensinya
3.
Jelaskan Cara-cara mempertahankan
kekuasaan
4.
Jelaskan Wewenang kharismatis,
tradisional dan rasional (legal)
5.
Jelaskan Wewenang resmi dan tidak resmi
6.
Jelaskan Wewenang pribadi dan territorial
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
Agar
kita mengerti makna dan maksud perbedaan antara kekuasaan dan wewenang, serta
bentuk-bentuk lapisan kekuasaan.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengantar
Kekuasaan mempunyai
peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Oleh karena itu,
kekuasaan (power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan
kemasyarakatan.
Sesuai dengan sifatnya sebagai ilmu pengetahuan
kemasyarakatan. Tidak memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang baik atau yang
buruk. Sosiologi mengakui kekuasaan sebagai unsur yang sangat penting dalam
kehidupan suatu masyarakat. Penilaian baik atau buruk senantiasa harus diukur
dengan kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan atau
disadari oleh masyarakat. Karena kekuasaan sendiri mempunyai sifat yang netral,
maka menilai baik atau buruknya harus dililhat pada penggunaannya bagi
keperluan masyarakat. Kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat baik
yang masih bersahaja, maupun yang sudah besar atau rumit susunannya. Tetapi
walaupun selalu ada kekuasaan tidak dapat dibagi rata pada semua anggota
masyarakat. Justru karena pembagian yang tidak merata tadi timbul makna yang
pokok dari kekuasaan yaitu kemampuan untuk mempengaruhu fihak lain menurut
kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.
Adanya kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan
antara fihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dengan pihak
lain yang menerima pengaruh itu, rela atau karena terpaksa. Apabila kekuasaan
dijelmakan pada diri seseorang, biasanya orang itu dinamakan pemimpin dan
mereka yang menerima pengauruhnya adalah pengikut. Beda antara kekuasaan dan
wewenag (authority atau legalized power) ialah bahwa setiap kemampuan untuk
mempengaruhi fihak lain dapat dinamakan kekuasaan. Sedangkan wewenang adalah
kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai
dukungan atau pendapat pengakuan dari masyarakat. Karena memerlukan pengakuan
masyarakat, maka di dalam suatu masyarakat yang sudah kkompleks susunannya
serta sudah mengenal pembagian kerja yang terperinci, wewenang biasanya
terbatas pada hal-hal yang diliputinya, waktunya dan cara menggunakan kekusaan
itu pengertian wewenang timbul pada waktu masyarakat mulai mengatur pembagian
kekuasaan dan menentukan pembagiannya. Tetapi tidak ada masyarakatpun dalam
sejarah manusia, yang berhasil dengan sadar mengatur setiap macam kekuasaan
yang ada di dalam masyrakat itu menjadi wewenang. Kecuali itu tidak mungkin
setiap macam kekuasaan yang ada, diragukan dalam suatu peraturan dan hal itu
juga sebenarnya tidak akan menguntungkan bagi masyarakat. Apabila setiap macam
kekuasaan menjadi wewenang maka susunan kekkuatan masyarakat itu menjadi kaku.
Karena tidak dapat mengikuti perubahan-perubahan yang senantiasa terjadi di
dalam masyarakat.
Adanya wewenang hanya dapat menjadi efektif apabila
didukung dengan kekuasaan yang nyata. Akan tetapi acap kali terjadi bahwa
letaknya wewenang yang diakui oleh masyarakat dan letaknya kekuasaan yang
nyata, tidak di satu tempat atau tidak berada di satu tangan. Di dalam
masyarakat yang kecil dan yang susunannya bersahaja, pada umumnya kekuasaan
yang dipegang oleh seseorang atau kelompok orang meliputi bermacam bidang.
Kekuasaan itu lambat laun diidentifikasikan dengan orang yang memegannya.
Contoh yang demikian itu dalam Masyarakat Indonesia terdapat pada
masyarakat-masyarakat hukum adat (misalnya desa), yang terpencil letaknya di
mana semua kekuasaan pemerintahan, ekonomi dan sosial dipercayakan kepada para
msyarakat hukum adat tersebut untuk seumur hidup. Karena luasnya kekuasaan dan
besarnya kepercayaan kepada para kepala masyarakt hukum adat tersebut untuk
seumur hidup.
Sebaliknya di dalam masyarakat yang besar dan rumit,
di mana terlihat berbagai sifat dan tujuan hidup golongan yang berbeda-beda dan
kepentingan yang tidak selalu sama satu dengan lainnya, maka kekuasaan biasanya
terbagi pada beberapa golongan. Karena itu terdapat perbedaan pemisahan secara
teoritis dan nyata dari kekuasaan politik, militer, ekonomi, agama dan
seterusnya. Kekuasan yang terbagi itu nampak dengan jelas di dalam masyarakat
yang menganut dan melaksankan demokrasi secara luas.
Meskipun ada penguasa pemerintah otokratis yang
hendak memusatkan kekuasaan semua bidang dalam satu tangan secara mutlak, namun
di dalam masyarakat yang kompleks usaha yang demikian tidak mungkin terlaksana
sepenuhya. Yang mungkin adalah pemusatan sebagian. Sedang kekuasaan nyata
lainnya tetap dipegang oleh golongan-golongan masyarakat yang dalam proses
perkembangan masyarakat secara khusus telah malatih diri untuk memegang
kekuasaan itu.
Sebagai suatu proses, baik kekuasan atau wewenang
merupakan suatu pengaruh yang nyat atau potensial. Mengenai pengaruh tersebut,
lazimnya diadakan perbedaan sebagai berikut.
1. Pengaruh bebas yang didasarkan pada komonitas dan
bersifat persuasive.
2. pengaruh tergantung atau tidak bebas menjadi
efektik karena ciri tertentu yang dimiliki oleh fihak-fihak yang berpengaruh.
Pada jenis pengaruh ini, mungkin terjadi proses-proses, sebagai berkut:
1)
Fihak yang berpengaruh membantu fihak yang dipengaruhi untk mencapai tujuanya,
atau fihak yang berpengaruh mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya
(kemungkinan dengan melancarkan ancaman-ancaman mental/fisik).
2)
Fihak yang terpengaruh mmempunyai ciri-ciri tertentu, yang menyebabkan fihak
lain terpengaruh olenya. Ciri-ciri tersebut adalah, antara lain sebagai
berikut;
a)
Kelebihan di dalam kemampuan dan pengetahuan.
b)
Sifat dan sikap yang dapat dijadikan pedoman prilaku yang pantas atau periliku
yang diharapkan.
c)
Mempunyai kekuasaan resmi yang sah.
A.
HAKIKAT
KEKUASAAN DAN SUMBERNYA
Dalam setiap hubungan
antara manusia maupun antara kelompok sosial selalu tersimpul pengertian-pengertian
kekuasaan dan wewenang. Untuk sementara pembahasan akan dibatasi pada
kekuasaan, yang diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi fihak lain
menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat
di semua bidang kehidupan dan dijalankan. Kekuasaan mencakup kemampuan untuk
memenuhi (agar yang diperintah patuh) dan juga untuk memberi
keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
tindakan-tindakan fihak-fihak lainnya. Max Weber mengatakan, kekuasaan adalah
seseorang atau kelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan
kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap
tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu.
Kekuasaan mempunyai aneka macam bentuk, dan bermacam-macam sumber. Hak milik
kebendaan dan kedudukan adalah sumber kekuasaan. Birokrasi juga merupakan salah
satu sumber kekuasaan, di samping kemampuan khusus dalam bidang ilmu-ilmu
pengetahuan yang tertentu ataupun atas dasar peraturan-peraturan hukum yang
tertentu. Jadi kekuasaan terdapat dimana-mana, dalam hubunga sosial maupun di
dalam organisasi-organisasi sosial. Tetapi biasanya kekuasaan tertinggi berada
pada organisasi yang dinamakan “negara”. Secara formal Negara mempunyai hak
untuk melaksanakan kekuasaan tertinggi, kalau perlu dengan paksaan. Juga
negaralah yang membagi-bagikan kekuasaan yang lebih rendah derajatnya. Itulah
yang dinamakan kedaulatan (sovereginity). Kedaulatan biasanya dijalankan oleh
segolongan kecil masyarakat yang dinamakan diri the rulig class, pasti ada yang
menjadi pimpinannya. Meskipun menurut hukum, dia tidak merupakan pemegang
kekuasaan yang tertinggi. Misalnya pada Negara-negara yang berbentuk kerajaan,
sering terlihat kenyataan bahwa seorang Perdana Menteri mempunyai kekuasaan
yang lebih besar dari Raja dalam menjalankan kedaulatan negara. Gejala lain
yang tampak juga adalah perasaan tidak puas (yaitu merasa yang diprintah)
mempunyai pengaruh terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dijalankan oleh the
ruling class. Golongan yang berkuasa tidak mungkin bertahan terus tanpa
didukung didukung oleh masyarakat. Karena itu golongan tersebut senantiasa
berusaha untuk membenarkan kekuasaannya terhadap masyarakat, dengan maksud agar
kekuasaannya dapat diterima masyarakat sebagai kekuasaan yang legal dan baik
untuk masyarakat yang bersangkutan. Usaha-usaha golongan yang memegang
kekuasaan seperti diterangkan Mosca, di dalam masyarakat-masyarakat yang baru
saja bebas dari penjajahan dan mendapatkan kemerdekaan politik, mengalami
kesulitan-kesulitan. Sebab pokok kesulitan-kesulitan tersebut terletak pada
perbedaan alam fikiran antar golongan yang berkuasa (yang secara relatif maju)
dan alam fikiran antara golongan yang dikuasai yang masih tradisional dan
kurang luas pengetahuannya. Oleh sebab itu, golongan yang berkuasa harus
berusaha untuk menanamkan kekuasaannya dengan jalan menghubungkan dengan
kepercayaan dan perasaan-perasaan yang kuat di dalam masyarakat yang
bersangkutan, yang pada dasarnya terwujud dalam nilai dan norma.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap hakekat
kekuasaan dapat terwujud dalalm hubungan yang simetris dan asimetris.
Masing-masing hubungan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat
diperoleh gambaran sebagai berikut:
1. SIMETRIS
a.
Hubungan persahabatan
b.
Hubungan sehari-hari
c.
Hubungan yang bersifat ambivalen
d.
Pertentangan antara mereka yang sejajar kedudukannya.
2. ASIMETRIS
a.
Popolaritas
b.
PeniruanMengikuti printah
c.
Tunduk pada pimpinan formal atau informal
d.
Tunduk pad seorang ahli
e.
Pertentangan antara mereka yang tidak sejajar kedudukannya
f.
Hubungan sehari-hari
Kekuasaan dapat bersumber pada bermacam-macam
faktor. Apabila sumber-sumber kekuasaan tersebut dikaitkan dengan kegunaannya,
maka dapat diperoleh gambaran sebagai berikut:
1. SUMBER
a.
Militer, Polisi, Kriminal
b.
Ekonomi
c.
Politik,
d.
Hukum,
e.
Tradisi,
f.
Idiologi,
g.
Diversionery Power
2. KEGUNAAN
a. mengendalikan
kekerasan.
b. Mengendalikan
tanah, buruh, kekayaan material, produksi.
c. Pengambilan
keputusan.
d. Mempertahankan,
mengubah, melancarkan interaksi
e. Sistem
kepercayaan nilai-nilai
f. Pandangan
hidup, intergrasi
g. Kepentingan
rekreatif
B.
UNSUR-UNSUR
SALURAN KEKUASAAN DAN DIMENSINYA
Kekuasaan yang dapat
dijumpai pada interaksi sosial antara manusia maupun antar kelompok mempunyai
beberapa unsur pokok yaitu:
1. Rasa takut
Perasaan takut pada seseorang (yang merupakan
penguasa, misalnya) menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan dan
tindakan orang yang ditakuti tadi. Rasa takut merupakan perasaan negatif,
karena seseorang tunduk kepada orang lain dalam keadaan terpaksa. Orang yang
mempunyai rasa takut akan berbuat segala sesuatu yang sesuai dengan orang yang
ditakutinya, agar terhindar dari kesukaran-kesukaran yang akan menimpa dirinya,
seandainya dia tidak patuh. Rasa takut juga menyebabkan orang yang bersangkutan
meniru tindakan-tindakan orang yang ditakutinya. Gejala ini yang dinamakan
marched dependent behavior. Gejala tak mempunyai tujuan kongkrit bagi yang
melakukannya. Rasa takut merupakan gejala universal yang terdapat di mana-mana
dan biasanya dipergunakan sebaik-baiknya dalam masyarakat yang mempunyai
pemerintahan otoriter.
2. Rasa cinta
Rasa cinta menghasilkan perbuatan-perbuatan yang
pada umumunya positif. Orang-orang lain bertindak sesuai dengan kehendak fihak
yang berkuasa, untuk menyenagkan semua fihak. Artinya ada titik-titik penemuan
antara fihak-fihak yang bersangkutan. Rasa cinta biasanya telah mendarah daging
(internalized) dalam diri seseorang atau sekelompok orang.
3. Kepercayaan
Kepercayaan dapat timbul sebagai hasil hubungan
langsung anatar dua orang atau lebih yang bersifat asosiatif. Misalnya, B
sebagai orang yang dikuasai mengadakan hubungan langsung dengan A sebagai
pemegang kekuasaan. B percaya sepenuhnya kepada A, kalau A akan selalu
bertindak dan berlaku baik. Dengan demikian maka setiap keinginan A akan selalu
dilaksanakan oleh B. Kemungkinan sekali bahwa B sama sekali tidak mengetahui
kegunaan tindakan-tindakannya itu. Akan tetapi, karena dia telah menaruh kepercayaan
kepada si A, maka maka dia akan berbuat hal-hal yang sesuai dengan kemauan A
yang merupakan penguasa, agar A tambah mempercayai B. pada contoh tersebut,
hubungan yang terjadi bersifat pribadi, akan tetapi, mungkin saja hubungan
demikian akan berkembang di dalam suatu organisasi atau masayarakat secara
luas. Soal kepercayaan memang sangat penting demi kelanggengan suatu kekuasaan.
4. Pemujaan
Sistem kepercayaan mungkin masih dapat disangkal
oleh orang-orang lain. Akan tetapi di dalam sistem pemujaan, seseorang atau
sekelompok orang-orang yang memegang kekuasaan, mempunyai dasar pemujaan dari
orang-orang lain. Akibatnya adalah segala tindakan penguasa dibenarkan atau
setidak-tidaknya dianggap benar.
Ke empat unsur tersebut merupakan sarana yang
biasanya digunakan oleh penguasa untuk dapat menjalankan kekuasaan, biasanya
dilakukan secara langsung tanpa perantara.
Apabila dilihat dalam masyarakat, maka kekuasaan di
dalam pelaksanaannya dijalankan melalui saluran-saluran tertentu.
Saluran-saluran tersebut banyak sekali, akan tetapi kita hanya akan membatasi
diri pada saluran-saluran sebagai berikut:
a) Saluran Militer
Apabila saluran ini yang dipergunakan, maka penguasa
akan lebih banyak mempergunakan paksaan (coercion) serta kekuatan militer
(military force) di dalam melaksanakan kekuasaannya. Tujuan utama adalah untuk
menimbulkan rasa takut dalam diri masyarakat, sehingga mereka tunduk pada
kemauan penguasa atau sekelompok orang-orang yang dianggap sebagai penguasa,
untuk keperluan tersebut, seringkali di bentuk organisasi-organisasi atau
pasukan-pasukan khusus yang bertindak sebagai dinas rahasia. Hal ini banyak
dijumpai pada negara-negara totaliter.
b) Saluran Ekonomi
Dengan menggunakan saluran-saluran di bidang
ekonomi, penguasa berusaha untuk menguasai kehidupan masyarakat. Dengan jalan
menguasai ekonomi serta kehidupan rakyat tersebut, penguasa dapat melaksanakan
peraturan-perataurannya serta akan menyalurkan printah-printahnya dengan dikenakan
saksi-saksi yang tertentu.
c) Saluran Politik
Melalui saluran politik, penguasa dan pemerintah
berusaha untuk membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat.
Caranya adalah: antara lain, dengan meyakinkan atau memaksa masyarakat untuk
mentaati peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh badan-badan yang
berwewenang dan yang sah.
d) Saluran Tradisional
Saluran tradisional biasanya merupakan saluran yang
paling disukai. Dengan cara menyesuaikan tradisi pemegang kekuasaan dengan
tradisi yang dikenal di dalam sesuatu masyarakat, maka pelaksanaan kekuasaan
dapat berjalan dengan lebih lancar. Caranya adalah dengan jalan menguji tradisi
pemegang kekuasaan dengan tradisi yang dikenal di dalam masyarakat, yang
meresap di dalam jiwa masyarakat yang bersangkutan.
e) Saluran Idiologi
Penguasa-penguasa dalam masyarakat, biasanya
mengemukakan serangkaian ajaran-ajaran atau doktrin-doktrin, yang bertujuan
untuk meneranagkan dan sekaligus memberi dasar pembenaran bagi kekuasaan
pelaksanaannya. Hal itu dilakukan agar kekuasaan dapat menjelma menjadi
wewenang. Setiap penguasa akan berusaha untuk dapat menerangkan idiologinya
tersebut dengan sebaik-baiknya sehingga institutionalized dan bahkan internalized
dalam diri warga masyarakat.
f) Saluran-Saluran Lainnya
Salauran-saluran lain di samping yang telah
disebutkan di atas, ada pula yang dapat dipergunakan penguasa, misalnya
alat-alat komonikasi masa surat kabar, radio, televisi dan lain-lainnya.
Kecuali ia dapat pula dipergunakan saluran rekreasi yang biasa digunakan
masyarakat mengisi waktu senggangnya, seperti sandiwara rakyat. Kemajuan yang
sangat besar di bidang teknologi alat-alat alat-alat komunikasi masa,
menyebabkan bahwa saluran tersebut pada akhir-akhir ini mendapatkan tempat yang
penting bagi saluran pelaksanaan kekuasaan yang dipegang oleh seorang penguasa.
Apabila dimensi kekuasaan ditelaah, maka ada
kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
1.
Kekuasaan yang sah dengan kekerasan
2.
Kekuasaan yang sah tanpa kekerasan.
3.
Kekuasaan tidak sah dengan kekerasan.
4.
Kekuasaan tidak sah tanpa kekerasan.
C.
CARA-CARA
MEMPERTAHANKAN KEKUASAAN
Kekuasaan yang telah dilaksanakan melalui
saluran-saluran sebagaimana diterangkan di atas, memerlukan serangkain cara
atau usaha-usaha untuk mempertahankannya. Setiap penguasa yang telah memegang
kekuasaan di dalam masyarakat, demi setabilnya masyarakat tersebut, akan
berusaha untuk mempertahankannya, cara-cara atau usaha-usaha yang dapat
dilakkan antara lain:
1) Dengan
jalan menghilangkan segenap peraturan-peraturan lama, terutama dalam bidang
politik, yang merugikan kedudukan penguasa. Peraturan-peraturan tersebut akan
digantikan dengan peraturan-peraturan baru yang akan menguntungkan penguasa.
Keadaan tersebut biasanya terjadi pada waktu ada pergantian kekuasaan dari
seseorang penguasa kepada penguasa lain (yang baru).
2) Mengadakan
sistem-sistem kepercayaan (belif-system) yang akan dapat memperkokoh kedudukan
penguasa atau golongannya. Sistem kepercayaan ini meliputi agama, idiologi dan
seterusnya.
3) Pelaksanaan
administrasi dan birokrasi yang baik.
4) Mengadakan
konsolidasi horizontal dan verikal.
Pada penguasa biasanya
mempunyai keahlian di bidang-bidang tertentu, misalnya bidang politik, ekonomi,
militer dan selamjutnya. Kekuasan yang dipegang seorang ahli politik, hanya
mencakup bidang politik saja. Keadaan semacam demikian, yaitu apabila penguasa
hanya menguasai bidang-bidang kehidupan yang khusus, menyebabkan bahwa dia
lebih mudah digulingkan. Oleh sebab itu penguasa seharusnya dapat pula
menguasai bidang-bidang lain, di samping keahlian khususnya. Apabila dia
sendiri tidak sanggup, maka dia harus berusaha mendekati fihak-fihak lain yang
ahli dan berusaha mengajak mereka membentuk the ruling class tersendiri.
Melihat hal-hal tersebut, akan terlihat sesuatu kecendrungan bahwa kekuasaan
yang bersifat komulatif, artinya bertumpuk atau berkumpul dalam satu tangan
atau sekelompok orang, merupakan hal yang wajar dalam berbagaimasyarakat.
Apabila dalam salah satu bidang kehidupan terdapat orang kuat yang berkuasa,
maka timbul suatu pusat kekuasaan (power centre). Sudah tentu akan tiimbul
pusat-pusat kekuasaan lain yang mungkin merupakan oposisi. Dengan demikian,
penguasa mempunyai beberapa cara untuk memperkuat kedudukannya (yang khusus),
antara lain:
a) Dengan menguasai kehidupan bidang-bidang
tertentu. Cara ini pada umumnya dilakukan dengan damai atau persuasive.
b) Dengan jalan menguasai bidang-bidang kehidupoan
masyarakat dengan paksa atau kekerasan. Maksud dan tujuannya adalah untuk
menghancurkan atau menguasai pusat-pusat kekuasan dibidang lainnya. Biasanya
cara-cara demikian tak akan dapat bertahan lama, karena pada suatu saat akan
timbul reaksi yang akan menghancurkan kekuasaan yang telah ada itu. Cara-cara
yang sebagaimana diuraikan di atas, tidaklah bersifat limitatif. Tetapi
biasanya, itulah cara-cara yang lazim digunakan dan dikenal.
D.
BEBERAPA
BENTUK LAPISAN KEKUASAAN
Bentuk-bentuk kekuasaan
pada masyarakat-masyarakat tertentu di dunia ini beraneka macam dengan
masing-masing polanya. Biasanya ada satu pola yang berlaku umum pada setiap
mayarakat. Betapapun perubahan-perubahan yang dialami masyarakat itu (yang akan
menelorakan suatu pola baru). Namun pola tersebut akan selalu muncul atas dasar
pola lama, yang berlaku sebelumnya. Kiranya dapat dikatakan bahwa bentuk dan
sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri pada masyarakat dengan adat-istiadat
dan pola-pola perilakunya. Mungkin dalam keadaan-keadaan krisis, batas-batasnya
mengalami perubahan sedikit, pada umumya garis tegas antara yang berkuasa dan
yang dikuasai selalau ada.gejala demikian menimbulkan lapisan kekuasaan atau
pyramida kekuasaa, yang didasarkan pada rasa kekhawatiran masyarakat akan
terjadinya disintegrasi, bila tidak ada kekuasaan yang menguasainya. Karena
integarasi masyarakat dipertahankan oleh tata tertib sosial dan dijalankan oleh
penguasa, maka masyarakat mengakuai adanya lapisan kekuasaan tersebut. Walaupun
kadang-kadang kenyataanya demikian merupakan beban. Perlu pula ditambahkan
bahwa kekuasaan bukanlah semata-mata berarti banyak orang tunduk di bawah
penguasa. Menrut Mac Lver ada tiga pola umum sistem lapisan kekuasaan atau piramida
kekuasaan, yaitu:
1. Tipe pertama (tipe kata) adalah sistem lapisan
kekuasaan dengan garis pemisah yang tgas dan kaku. Tipe semacam ini biasanya
dijumpi pada masyarakat berkasta, di mana hampir-hampir tak terjadi gerak
social vertical. Garis pemisah antara masing –masing lapisan hampir tak mungkin
ditembus. Gambaran dari tipe ini dapat dilihat pada halaman 305. Pada puncak
piramida di ats, duduk penguasa tertinggi (misalnya maharaja, raja dan
sebaginya) dengan lingkungannya, yang didukung oleh kaum bangsawan, tentara
dan, para pendeta. Lapisan kedua terdiri dari para petani dan buruh tani yang
kemudian diikuti denga lapiasan terendah dalam masyarakat yang terdiri dari
para budak.
Raja (penguasa)
Bangsawan
Orang-orang yg bekerja di pemerintahan
Pegawai rendahan & seterusnya.
Tukang atau pelayan
Petani, buruh tani
Budak-buruh
*) gambar ini dikutip dari The Web of Government,
hlaman 100
2. Tipe yang kedua (tipe oligarkis) masih mempunyai
garis pemisah yang tegas. Akan tetapi dasar pembedaan kelas-kelas social
ditentukan oleh kebudayaan masyarakat, terutama pada kesempatan yang diberikan
kepada para warga untu memperoleh kekuasaan-kekuasaan tertentu. Bedanya dengan
tipe yang pertama adalah, walaupun kedudukan para warga pada tipe kedua masih
didasarkan pad kelahiran ascribed status tetapi individu masih diberi
kesempatan untuk naik lapisan. Disetiap lapisan juga masih dijumpai lapisan-lapisan
yang lebih khusus lagi, sedangkan perbedaan antara satu lapisan dengan lapisan
yan lain tidak begitu mencolok. Gambaran tipe yang kedua tersebut di atas
adalah sebagai berikut:
Raja (penguasa)
Bangsawan dari macam-macam tingkatan
Peg. Tinggi (sipil dan militer)
Orang-orang kaya, penguasa dan
lain-launnya.
Pengacara
Tukang dan penjaga
Petani buruh tani dan
Budak
*) gambar ini dikutip dari The Web of Government,
hlaman 102.
Kelas menengah lazimya mempunyai warga yang paling
banyak: kaum industri, perdagangan dan keuangan memegang peranan penting. Ada
bermacam-macam cara dimana warga dari lapisan bawah naik tingkat lapisan dan
juga ada kesempatan bagi warga lapisan menengah untuk menjadi penguasa. Tipe
semacam di atas dijumpai pada masyarakat feudal yang telah berkembang. Variasi
tipe kedua tersebut di atas dijumpai pada negara-negara yang didasarkan pada
aliran fasisime dan juga pada negara-negara totaliter (seperti misalnya Soviet,
Rusia). Bedanya adalah bahwa kekuasaan yang sebenarnya, berada di tangan partai
politik yang mempunyai kekuasaan menentukan.
3. Tipe yang ketiga (tipe demokratis) menunujukkan
kenyataan akan adanya garis pemisah antara lapisan yang siftnya mobil sekali.
Kelahiran tidak menentuka sese orang, yang terpenting adalah kemampuan dan
kadang-kadang juga factor keberuntungan. Yang terakhir ini terbukti dari
anggota-angota paratai politik, yang dalam suatu masyarakat demokratis dapat
mencapai kedudukan-kedudukan tertentu melalui partai. Gambaran tipe ketiga
tersebut di atas adalah sebagai berikut:
pemimpin-pemimpin politik
Pemimpin-pemimpin partai, orang-orang kaya,
pemimpin-pemimpin organisasi besar
Pejabat-pejabat administrative, kelas-
kelas atas dasar keahlian “leasure class”
Ahli-ahli teknik, petani-petani,
pedagang-pedagang.
pekerjaan-pekerjaan
rendahan dan petani-
rendahan
*) gambar ini dikutip dari The Web of Government,
hlaman 104.
Gambaran pola peramida kekuasaan di atas merupakan
tipe-tipe ideal atau tipe idam-idaman. Di dalam kenyataan dan perwujudannya
tidak jarang mengalami penyimpangan-penyimpangan, terutama disebabkan pada
setiap masyarakat selalu mengalami perubahan-perubahan sosila dan kebudayaan.
Setiapn perubahan sosial dan kebudayaan memerlukan perubahan pula dalam
pola-pola piramida kekuasaan, agar kebutuhan-kebutuhan masyarakat terpenuhi
sesuai dengan perkembangan yang dialami.
Adapun stratifikasi kekuasaan tersebut senantiasa
ada dasar-dasarnya, sehingga dapat berproses. Gambarannya dilukiskan di halaman
308 (dalam kerangka perbandingan antara masyarakat pra industrial, industrial
dan puma industsrial).
WEWENANG
Sebagaimana halnya dengan kekuasaan, maka wewenang
juga dapat dijumpai dimana-mana, walaupun tidak selamanya kekuasaan dan
wewenang berada di satu tangan. Dengan wewenag dimaksudkan sebagai suatu hak
yang telah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan,
menentukan keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah penting dan untuk
menyelesaikan pertentangan-pertentanga.
PRA-INDUSTRIAL INDUSTRIAL PURNA INDUSTRIAL
1.
Sumber Tanah Industri/pabrik Pengetahuan
2.
Pusat sosial Pertanian, perkebunan Business, perusahaan Universitas, pusat
penelitian.
3.
Tokoh dominan Pemilik tanah, kalangan milite. Kalangan busines Ilmuwan,
peneliti.
4.
Sarana berkuasa Penguasa kekuatan Pengaruh tak langsung terhadap politik
Keseimbangan kekuatan plitik, ilmiah, hak asasi.
5.
Basis kelas Harta, kekutan militer. Harga, organisasi, politik, ketrampilan
teknis Ketrampilan teknis, organisasi, politik.
6.
Cara Kewarisan, konviskasi Kewarisan, magang, pendidikan Pendidikan,
mobilisasi.
Dengan lain perkataan,
seseorang yang mempunyai wewenang bertindak sebagai orang yang memimpin atau
membimbing orang banyak. Apabila orang membicarakan tentang wewenang, maka yang
dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Tekanannya
adalah pada hak, dan bukan pada kekuasaan. Dipandang dari sudut masyarakat,
maka kekuasaan harus mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari masyarakat agar
menjadi wewenang. Wewenang hanya mengalami perubahan dalam bentuk. Menurut
kenyataannya wewenag tadi tetap ada. Perkembangan suatu wewenag terletak pada
arah serta tujuanya untuk sebanyak mungkin memenuhi bentuk yang diidam-idamkan
masyarakat. Wewenang ada beberapa bentuk, sebagai beikut:
E.
WEWENANG
KHARISMATIS, TRADISIONAL DAN RASIONAL (LEGAL)
Perbedaan antara
wewenang kharismatis, tradisional dan rasional (legal) dikemukakan oleh Max
Weber. Pembedaan tersebut didasarkan pada hubungan antara tindakan dengan dasar
hukum yang berlaku. Di dalam membicarakan ke tiga bentuk wewenang tadi Max
Weber memperhatikan sifat dasar wewenag tersebut, karena itulah yang menentukan
kedudukan penguasa yang mempunyai wewenang tersebut.
Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang
didasarkan pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus (wahyu, pulung) yang ada
pada diri seseorang. Kemampuan khusus tadi melekat pada orang tersebut karena
anugrah Tuhan Yang Maha Esa. Orang-orang di sekitarnya mengakui akan adanya
kemampuan tersebut atas dasar kepercayaan dan pemujaan, karena mereka
menganggap bahwa sumber kemampuan tersebut adalah sesuatu yang berada di atas
kekuasaan dan kemampuan manusia umumya.
Wewenag kharismatik tidak diatur oleh kaidah-kaidah,
baik yang tradisional maupun rasional. Sifatnya adalah cenderung irasional.
Adakalanya kharisma dapat hilang, karena masyarakat sendiri yang berubah dan
mempunyai faham yang berbeda. Perubahan-perubahan mana seringkali tak dapat
diikuti oleh orang yang mempunyai wewenang kharismatis tadi, sehingga dia
tertinggal oleh kemajuan dan perkembangan masyarakat.
Wewenang tradisional dapat dipantau oleh seseorang
maupun sekelompok orang. Dengan kata lain, wewenang trsebut dimililiki oleh
orang-orang yang menjadi anggota kelompok. Kelompok mana sudah lama sekali
mempunyai kekuasaan di dalam suatu masarakat. Demikian lamanya golongan
tersebut memegang tampuk kekuasaan, masyarakat percaya dan mengakui
kekuasaannya. Ciri-ciri utama wewenang tradisional adalah;
a)
Adanya ketentuan-ketentuan tradisional yang mengikat penguasa yang mempunyai
wewenang, serta orang-orang lainnya dalam masyarakat.
b)
Adanya wewenang yang lebuh tinggi ketimbang kedudukan seseorang yang hadir
secara pribadi.
c)
Selama tak ada pertentantangan dengan ketentuan-ketentuan tradisional,
orang-orang dapat bertindak secara bebas.
Pada masyarakat di mana
penguasa mempunyai wewenang tradisional, tidak ada pembatasan yang tegas
anatara wewenang dengan kemampuan-kemampuan pribadi seseorang. Dalam hal ini
sering kali hubungan kekeluargaan memegang peranan penting di dalam pelaksanaan
wewenag. Dengan demikian, wewenang yang menyandarkan diri pada tradisi, harus
juga menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kemasyarakatan.
Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang
disandarkan pada sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat. Sistem hukum di
sini difahamkan sebagai kaidah-kaidah yang telah diakui serta ditaati
masyarakat, dan bahkan yang telah diperkuat oleh negara.
Didalam masyarakat yang demikratis sesuai dengan
sistem hukumnya, maka orang yang memegang kekuasaan diberi kedudukan menurut
jangka waktu tertentu dan terbatas. Gunanya adalah supaya orang-orang yang
memegang kekuasaan tadi akan dapat menyelenggarakannya sesuai dengan
kepentingan masyarakat.
Apabila ke tiga bentuk wewenag tersebut ditelaah
lebih mendalkam, akan terlihat bahwa ke tiga-tiganya dapat dijumpai di dalam
masyarakat walau mungkin hanya salah satu bentuk saja yang menonjol. Di dalam
masyarakat yang hidup tenang dan stabil, umumnya wewenang tradisional yang legal
amat mengedepan. Dengan meluasnya sisitem demokrasi, maka wewenang tradisional
yang diwujudkan dengan kekuasaan turun-temurun, kelihatannya semakin berkurang.
Barangsiapa pernah mengalami revolosi fisik Indonesia pada tahun 1945, akan
mengetahui betapa besar daya tarik para pemimpin masyarakat yang memiliki
kharisma di dalam mengarahkan masyarakat pada waktu itu.
Max Weber mengemukakan pendapat bahwa ada
kecenderungan dari wewenang kharismatis (yang berkurang kekuatannya bila
keadaan masyarakat berubah) untuk dijadikan kekuasaan tetap dengan mengabdikan
kepentingan serta cita-cita para pengikut pemimpin kharismatis tadi ke dalam
kehidupa bersama kelompok, dan kepentingan untuk mempererat hubungan satu
dengan lainnya. Masalah akan timbul bila yang memiliki kharisma sudah tak ada
lagi. Dalam hal ini ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi maslah
tersebut, yaitu antara lain:
a)
Menurut seseorang yang mampu untuk memenuhi ukuran-ukuran atau kriteria
wewenang kharismatis sebagaimana ditentukan oleh masyarakat.
b)
Dengan mengadakan penyaringan atau
seleksi.
c)
Seseorang yang mempunyai wewenang kharismatis, menunjuk penggantinya serta
mengakui kekuasaannya, di mana juga masyarakat luas mengakuinya.
d)
Penunjukkan oleh pembantu-pembantu penguas terdahulu yang dipercayai oleh masyarakat.
e)
Menciptakan suatu sistem kepercayaan, bahwa charisma apat diwariskan kepada
keturunan atau seseorang yang masih ada hubungan keluarga dengan orang yang
mempunyai kharisma tersebut,
f)
Menciptakan sitem kepercayaan, bahwa dengan upacara-upacara tradisional
tertentu, kharisma dapat dialihkan kepada orang lain.
Proses perubahan wewenang kharismatis menjadi
kekuasaan dan wewenang yang tetap, tidak mustahil menimbulkan
pertikaian-pertikaian. Bagi penganut wewenang kharismatis, kadang-kadang
tidaklah mudah untuk melupakan kenyataan bahwa wewenang tersebut pernah melekat
pada diri dan pribadinya. Akan tetapi hal ini bukanlah merupakan penghalang
besar terutama pada masyarakat moderen, karena masyarakat umumnya rasional dan
menghendaki suatu landasan hukum yang kuat pada wewenang yang berlaku di dalam
masyarakat. Kesulitan-kesulitan mungkin akan dijumpai pada
masyarakat-masyarakat bersahaja yang masih memelihara sistem kepercayaan.
F.
WEWENANG
RESMI DAN TIDAK RESMI
Di dalam setiap
masyarakat akan dapat dijumpai aneka macam bentuk kelompok. Dalam kehidupan
kelompok-kelompok tadi sering kali timbul masalah tentang derajat resmi suatu
wewenang yang berlaku didalamnya. Sering kali wewenang yang berlaku dalam
kelompok-kelompok kecil disebut sebagai wewenang tidak resmi karena bersifat
sepontan, situasional dan didasarkan pada factor saling mengenal. Wewenang
demikian tidk diterapokan secara sistematis. Keadaan semacam ini dapat
dijumpai, misalnya, pada ciri seorang ayah dalam fungsinya sebagai kepala rumah
tangga atau pada diriseorang guru yang sedang mengajar di meja kelkas. Wewenang
tidak resmi biasanya timbul dalam hubungan-hubungan antar pribadi yang sifatnya
situasional, dan sangat ditentukan oleh kepribadian para fihak.
Wewenang resmi sifatnya
sistematis, diperhitungkan dan rasional. Biasanya wewenang tersebut dapat
dijumpai pada kelompok-kelompok besar yang memerlukan aturan-aturan tata tertib
yang tegas dan bersifat tetap. Di dalam kelompok tadi, karena banyakknya
anggota, biasanya hak serta anggota, kedudukan serta peranan, siapa-sipa yang
menetapkan kebijaksanaan dan siapa yang melaksanakannya, dan seterusnya di
tetapkan dengan tegas. Walau demikian, dalam kelompok-kelompok besar dengan
wewenang resmi tersebut, mungkin saja ada wewenang yang tidak resmi. Tidak
semuanya dijalankan atas dasar peraturan-peraturan resmi yang sengaja dibentuk.
Bahkan demi lancarnya perusahaan besar, misalnya kadangkala prosesesnya
didasarkan pada kebiasaan atau aturan-aturan yang tidak resmi. Contohnya dapat
dilihat pada seseorang sekertaris direktur. Ia punya wewenang tidak resmi yang
besar. Demikian dapat di dalam suatu lembaga pemasyarakatan yang mempunyai
wewenang resmi. Sebaliknya di dalam kelompok-kelompok kecil mungkin saja ada
usaha-usaha untuk menjadikan wewenang tidak resmi menjadi resmi, karena terlalu
seringnya terjadi pertikaian antar anggota.
G.
WEWENANG
PRIBADI DAN TERITORIAL
Pembedaan antara
wewenang pribadi dengan teritorial sebenarnya timbul dari sifat dan dasar
kelompok-kelompok social tertentu. Kelompok-kelompok tersebut mungkin timbul
karena factor ikatan darah, atau nungkin karena faktor ikatan tempat tinggal
atau karena gabunga ke dua factor tersebut. Di Indonesia dikenal
kelompok-kelompok atas ikatan darah, misalnya marga, belah, dan seterusnya.
Sebaliknya dikenal pula nama desa, yang lebih didasarkan pada faktor
territorial.
Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas
antara angota-angota kelompok, dan disini unsure kebersamaan sangt memegang
peranan. Para individu dianggap banyak memiliki kewajiban ketimbang hak.
Struktur wewenang bersifat konsentris, yaitu dari titik satu pusat lalu meluas
melalui lingkaran-lingkaran wewenang tertentu. Setiap lingkaran wewenang
dianggap mempunyai kekuasaan penuh di wilayah masing-masing. Apabila bentuk
wewenang ini dihubungkan dengan ajaran Max Waber, maka wewenang pribadi lebih
didasarkan pada tradisi dari pada peraturan-peraturan. Juga mungkin didasarkan
pada kharismatis seseorang. Pada wewenang territorial, wilayah tempat tinggal memegang
peranan yang sangat penting. Pada kelompok-kelompok territorial unsure
kebersamaan cenderung berkurang, karena didasarkan factor-faktor
individualisme. Hal ini tidaklah berarti bahwa kepentingan perorangan diakui
dalam kerangka kepentingan bersama. Pada wewenang territorial ada kecenderungan
untuk mengadakan sentralisasi wewenang yang memungkinkan hubungan langsung
dengan para warga kelompok. Walaupun di sini dikemukakan antara perbedaan
wewenang peribadi dan teritorial, namun di dalam kenyataannya ke dua bentuk
wewenang tadi dapat saja hidup berdampingan. Pada desa-desa di Jawa misalnya,
wewenang teritorial lebiih berperan, di samping ada kecenderungan-kecenderungan
untuk mengakui wewenang dari golongan pemilik tanah (kulit kenceng) dan
sifatnya turun-temurun dan didasarkan pada ikatan atau hubungan darah. Akan
tetapi sebaliknya ada pula kenyataan-kenyataan yang mebuktikan bahwa terdapat
wewenang-wenang pribadi dan teritorial yang murni sifatnya.
4. Wewenang Terbatas dan Menyeluruh.
Suatu dimensi lain dari wewenang adalah perbedaaan
antara wewenang terbatas denagan wewenang menyeluruh. Apabila dibicarakan
tenatang wewenang terbatas, maka maksudnya adalah wewenang tidak mencakup semua
sector atau bidang kehidupan. Akan tetapi akan terbatas pada salah satu sector
atau bidang saja. Misalnya, seorang jaksa di Indonesia, mempunyai wewenang
untuk atas nama negarag dan mewakili masyarakat menuntut seorang warga
masyarakat yang melakukan tindakan pidana. Namun jaksa tidak berwewenang
mengadilinya. Contoh lain adalah seorang menteri Dalam Negeri, tidak mempunyai
wewenang mencampuri urusan-urusan yang menjadi wewenanang menteri Luar Negeri.
Wewenang seperti ini sebaenarnya lazim, terutama dalam masyarakat yang sudah
rumit susunan dan organisasinya. Namun demikian, wewenang yang menyeluruh juga
suati ciri suatu negara.
Suatu wewenang menyeluruh berarti suatu wewenang
yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu. Suatu contoh adalah,
misalnya, bahwa setiap negara mempunyain wewenang yang menyeluruh atau mutlak
untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya. Jadi, apakah suatu wewenang
bersifat terbatas atau menyeluruh, tergantung pada sudut penglihatan pada
fihak-fihak yang ingin menyorotinya. Adalah suatu kenyataan pula bahwa ke dua
bentuk wewenang tadi dapat berproses secara berdampingan, di mana pada
situasi-situasi tertentu salah satu bentuk lebih berperan dari pada bentuk
lainnya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepemimpinan
entrepreneur yang berbeda akan berperan sebagai pimpinan sesuai dengan jabatannya
yang memberikan arah persfektif, posisi masa depan dan kinerja yang sejalan
dengan kapasitas untuk menterjemahkan kedalam kegiatan yang akan dilakukan oleh
orang lain. Jadi keuksesan akan bergantung kepada kemampuan mempengaruhi orang
lain.
Dengan pemikiran diatas bagaimana mendapatkan
kekuasaan dengan memberikan caranya berarti usaha dalam membangun kebiasaan
yang produktif kedalam kekuatan karekter dari kepemimpinan yang memiliki
kekuasaan dan wewenang.
B. Saran
Jalan menuju kesuksesan
dalam menjalankan peran bergantung dari kekuatan sikap dalam menemukan
keseimbangan fungsi kekuasaan (power) dan wewenang (authority) dalam usaha yang
efektif menjalankan prinsip-prinsip dalam melaksanakan model priramid kekuasaan
diatas.
DAFTAR
PUSTAKA
Selo Soemardjan da Soemardi: Setangkai Bunga
Sosiologi, edisi pertama, Yayasan Badan Penerbit Fakultas Eonomi Universitas
Indonesia.
Bierens de Haan, Grondslagen der Sameniaveng,
Sosiologisce Probleman in overganstijd, derde herziene druk. H.D. Tieenk Willink
& Zoon N.V Haarlem.
____William W. Lembert dan Wallace E. Lambert:
Sociale Psychologie.
http://miftahuddin-kumpulanmakalah.blogspot.com/2010/09/kekuasaan-dan-wewenang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar